Ruang Ekspresi dari Bali

Jumat, 28 November 2025

Menteri ATR/BPN Tegaskan Moratorium Alih Fungsi Lahan di Bali, Yusdi Diaz: Bali Darurat Lahan Hijau, Saatnya Tata Kelola One Island One Management!

Foto: Pengamat pariwisata, Yusdi Diaz.

Denpasar (aspirasibali.my.id)

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid kembali mengeluarkan peringatan keras terkait maraknya alih fungsi lahan sawah di Bali. Peringatan ini disampaikan karena Bali dinilai jauh tertinggal dalam pemenuhan target Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2025.

Nusron menegaskan bahwa LP2B atau area sawah mutlak harus mencapai minimal 87 persen dari total Lahan Baku Sawah (LBS). Namun berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Bali, angkanya baru berada di kisaran 62 persen. Kondisi tersebut membuat Bali masuk dalam kategori rawan alih fungsi lahan, terutama di tengah tekanan pembangunan yang terus meningkat.

“(Alih fungsi lahan) Bali ini salah satu yang berbahaya. Kenapa? Karena Perpres Nomor 12 Tahun 2025 mengatakan bahwa target LP2B itu harus 87 persen dari total LBS. Apa itu LP2B? Itu sawah forever, sawah yang tidak bisa diutak-atik seumur hidup,” ujar Nusron usai Munas Masyarakat Ahli Survei Kadaster Indonesia (Maski) di Sanur, Kota Denpasar, Selasa (25/11), seperti dikutip dari CNN Indonesia.

Pernyataan tegas Menteri Nusron mendapat respons dari pengamat pariwisata Yusdi Diaz. Ia menyoroti bahwa Bali menghadapi ancaman serius apabila alih fungsi lahan terus dibiarkan. “Ada sebuah pepatah bijak: ketika sawah terakhir kita sudah berubah menjadi gedung dan beton, ketika sumber-sumber pangan kita hilang karena berubah fungsi, saat itulah kita sadar bahwa kita tidak bisa makan uang, secara harfiah,” ujarnya.

Yusdi menilai ketergantungan pada impor pangan adalah kondisi berbahaya. “Alih fungsi lahan kita sudah sangat mengerikan. Kita selama ini berpikir bahwa uang bisa menyelesaikan semuanya, termasuk mengimpor kebutuhan pangan. Tapi saat terjadi krisis pangan, setiap negara akan menahan stoknya. Kalau sudah begitu, kita yang kelabakan,” katanya.

Ia mendorong agar Bali segera menyiapkan lahan pangan baru dan memberlakukan moratorium dengan tegas. “Sudah waktunya kita kembali menyiapkan lahan-lahan baru. Tapi harus dengan bijak: jangan membuka lahan hanya untuk kemudian dikonversi lagi. Moratorium itu sebenarnya sudah saatnya. Kita sebagai pejabat daerah seharusnya malu kalau sampai harus ditegur oleh menteri atau pihak luar,” ujarnya.

“Masa kita tidak sadar bahwa kita sudah kebablasan?” tambahnya.

Menurut Yusdi, pembangunan Bali saat ini telah melewati batas kewajaran. “Pembangunan sudah cukup. Hotel terlalu banyak, sarana-prasarana pendukung juga berlebih. Semua ini menambah jumlah penduduk, sementara daya dukung dan sumber pangan kita justru berkurang,” tegasnya.

Situasi maraknya pelanggaran tata ruang juga kembali memunculkan wacana lama tentang perlunya menerapkan konsep One Island One Management atau satu pulau satu tata kelola, dengan seluruh perizinan ditarik ke tingkat provinsi. Menanggapi hal ini, Yusdi menyatakan bahwa konsep tersebut sangat relevan.

“Itu sebenarnya menjadi salah satu poin jika Bali ingin meminta atau memperjuangkan status sebagai daerah istimewa. Bali Daerah Istimewa, dengan konsep one island one management. Termasuk kewenangan perizinan, penindakan dan lain sebagainya,” ujarnya.

Menurutnya, Bali lebih ideal dikelola secara terpadu. “Pulau kita ini tidak terlalu luas, penduduknya juga tidak terlalu banyak dibandingkan provinsi lain. Maka lebih ideal jika dikelola secara terpadu. Tidak perlu ada daerah yang merasa paling berjasa atau paling dominan,” katanya.

Yusdi mencontohkan Kabupaten Badung yang dikenal sebagai pusat pendapatan Bali. “Misalnya Badung, yang memang punya pendapatan besar. Tetapi pemasukan itu juga tidak lepas dari kontribusi daerah lain. Bangli, misalnya. Kalau Danau Batur bermasalah, dampaknya bukan hanya bagi Bangli, tapi bagi Bali secara keseluruhan,” ungkapnya.

Ia juga menilai Pajak Hotel dan Restoran (PHR) semestinya dikelola satu pintu untuk pemerataan. “PHR juga harus satu tata kelola di provinsi untuk pemerataan pertumbuhan. Kasihan daerah yang selama ini menjadi pemasok pangan namun justru terpinggirkan karena dianggap hanya kawasan pertanian atau perkebunan,” ujarnya.

Yusdi menegaskan bahwa langkah ini menjadi tawaran rasional bagi masa depan tata ruang Bali. “Intinya sama, One Island One Management adalah tawaran yang masuk akal jika Bali serius memperjuangkan status Daerah Istimewa,” pungkasnya.

Share:

Kamis, 27 November 2025

Diduga Melanggar, Sidak Pansus TRAP DPRD Bali Berbuah Sanksi: Proyek JW Marriott di Payangan Dihentikan Sementara

Foto: Panitia Khusus Penegakan Perda Tata Ruang, Perizinan, dan Aset Daerah (Pansus TRAP) DPRD Bali saat melakukan inspeksi mendadak proyek JW Marriott di Payangan, Kamis (27/11).

Gianyar (aspirasibali.my.id)

Pembangunan JW Marriott Hotel dan Restoran di Desa Puhu, Kecamatan Payangan, Gianyar, resmi dihentikan sementara oleh Panitia Khusus Penegakan Perda Tata Ruang, Perizinan, dan Aset Daerah (Pansus TRAP) DPRD Bali. Keputusan itu diambil setelah inspeksi mendadak pada Kamis (27/11), yang mengungkap sejumlah ketidaksesuaian perizinan sekaligus menetapkan proyek tersebut sebagai pembangunan berisiko tinggi.

Sidak yang dipimpin Ketua Pansus TRAP DPRD Bali, I Made Supartha S.H., M.H., bersama anggota dan OPD terkait, menemukan beberapa dokumen legalitas yang belum lengkap serta aspek tata ruang yang belum memenuhi ketentuan. Lokasi pembangunan yang berada tepat di belakang Puspem Payangan juga menjadi sorotan dalam penilaian risiko.

Supartha menegaskan bahwa pengembang, bersama perangkat daerah di tingkat kabupaten dan provinsi, wajib segera berkoordinasi untuk menuntaskan seluruh aspek regulasi yang masih kurang. Ia menekankan bahwa proyek berisiko tinggi tidak boleh berjalan sebelum seluruh izin dipastikan sah.

Ia meminta kelengkapan seluruh dokumen mulai dari Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Surat Perjanjian Kerja (SPK), izin lingkungan, hingga kesesuaian tata ruang untuk segera dibereskan. Menurutnya, penyelesaian persoalan ini memerlukan sinergi antara Pemerintah Kabupaten Gianyar dan Pemerintah Provinsi Bali.

Menanggapi keputusan penghentian sementara tersebut, Humas Proyek JW Marriott, Gusti Bagus Prayuta, menyatakan pihak pengembang siap mematuhi instruksi Pansus TRAP. Ia memastikan seluruh proses perbaikan administrasi dan pemenuhan izin akan segera dilakukan.

Dengan keputusan tersebut, seluruh aktivitas konstruksi dihentikan sampai seluruh dokumen legalitas yang dipersyaratkan pemerintah daerah dinyatakan lengkap, terutama terkait aspek risiko tinggi dan kepatuhan tata ruang.

Sidak ini turut dihadiri Kasat Pol PP Provinsi Bali bersama OPD terkait, BWS Sungai Penida Bali, Kasat Pol PP Kabupaten Gianyar, Kadis PUPR Kabupaten Gianyar, dan sejumlah OPD lainnya.

Share:

Nyoman Parta Desak Pemerintah Hentikan Impor Daging Babi

Foto: Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Nyoman Parta menyampaikan desakan penghentian impor daging Babi, usai Raker di Jakarta, Rabu (26/11). 

Jakarta (aspirasibali.my.id)

Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Daerah Pemilihan (Dapil) Bali, I Nyoman Parta, kembali menyoroti persoalan impor daging babi yang dinilai merugikan peternak lokal. Parta meminta pemerintah segera menghentikan praktik impor tersebut demi melindungi keberlanjutan usaha peternakan babi di dalam negeri, khususnya di Bali yang selama ini menjadi salah satu sentra penghasil babi nasional.

Desakan itu disampaikan usai mengikuti Rapat Kerja terkait komoditas strategis di Jakarta, Rabu (26/11). Menurutnya, momen tersebut dimanfaatkan untuk menyampaikan langsung aspirasi para peternak dari berbagai daerah.

“Selesai Raker urusan komoditas strategis, saya manfaatkan waktu menyampaikan pesan para peternak Babi di seluruh Indonesia. Khususnya Bali, agar Menteri Perdagangan dan Menteri Pertanian mengkaji kembali dan bahkan menghentikan import daging Babi dari luar negeri,” ujarnya.

Parta menyampaikan bahwa Menteri Perdagangan Budi Santoso serta Wakil Menteri Pertanian Sudaryono merespons positif masukan tersebut. Keduanya, kata Parta, berjanji akan membahasnya secara lebih mendalam dan menargetkan pengurangan impor secara bertahap hingga akhirnya tidak ada lagi impor daging babi ke Indonesia.

“Beliau Menteri Perdagangan Budi Santoso dan Wakil Menteri Pertanian Sudaryono berjanji akan segera merapatkan dan setiap tahun akan dikurangi sampai tidak impor daging Babi lagi,” katanya.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor daging babi menunjukkan tren fluktuatif dalam tiga tahun terakhir. Pada 2023 tercatat sebanyak 4.875 ton, meningkat pada 2024 menjadi 7.458 ton, dan sepanjang Januari–Juli 2025 telah mencapai 5.741 ton.

Impor daging babi tersebut berasal dari sejumlah negara, antara lain Amerika Serikat, Denmark, Jepang, dan Spanyol.

Parta berharap langkah konkrit pemerintah dapat segera diwujudkan, mengingat impor daging babi tidak hanya menekan harga di tingkat peternak, tetapi juga mengganggu stabilitas produksi nasional. Menurutnya, keberpihakan pemerintah pada peternak lokal menjadi kunci dalam menjaga ketahanan komoditas peternakan di Indonesia.

Share:

Senin, 24 November 2025

STORY OF INDONESIA: Pameran Kolektif USK Bali XIII Gambarkan Keberagaman Nusantara

Foto: Urban Sketchers (USK) Bali kembali merayakan kekayaan budaya Indonesia melalui pameran kolektif bertajuk STORY OF INDONESIA, bekerja sama dengan Sketsa Nusantara 3 – Chapter Bali by Leeven & Co.

Denpasar (aspirasibali.my.id) 

Urban Sketchers (USK) Bali kembali merayakan kekayaan budaya Indonesia melalui pameran kolektif bertajuk STORY OF INDONESIA, bekerja sama dengan Sketsa Nusantara 3 – Chapter Bali by Leeven & Co.

Digelar pada 22 November 2025 hingga 17 Januari 2026 di Masa-Masa, pameran ini menghadirkan semangat urban sketching dari berbagai penjuru Indonesia hingga mancanegara.

Lebih dari 100 sketcher berpartisipasi, memamerkan lebih dari 200 karya serta 40 sketchbook yang merekam kehidupan sehari-hari — mulai dari pasar, jalanan, interaksi manusia, hingga momen kecil yang kerap luput dari perhatian.

Karya-karya tersebut tampil sebagai fragmen cerita layaknya lukisan Kamasan yang saling terhubung, membentuk narasi visual panjang lintas usia dan generasi.

“Pameran ini menjadi wujud nyata semangat Urban Sketchers: See the world one drawing at a time. Di Bali, para sketcher dari berbagai daerah bersatu dalam satu kanvas besar bernama Indonesia,” ujar Krishna Adithya, aktivis USK Bali.

Tahun 2025 sekaligus menandai 13 tahun perjalanan USK Bali. Untuk memperingatinya, Leeven & Co. menghadirkan pameran buku sketsa dari 13 sketcher Bali lintas generasi, serta menghadirkan 6 seniman tamu internasional yang merupakan figur penting dalam jaringan global Urban Sketchers.

Sebanyak 12 komunitas sketsa dari berbagai kota juga terlibat dalam program Sketsa Keliling, di mana buku sketsa Stillman & Birn berpindah dari satu kota ke kota lain sebelum akhirnya dipamerkan di ruang Sketsa Nusantara Chapter 3.

Pendiri Leeven & Co., Oktavia, menegaskan bahwa semangat Bhinneka Tunggal Ika menjadi ruh kolaborasi ini.

Menurutnya, Stillman & Birn merupakan satu-satunya buku sketsa yang mampu menampung keberagaman teknik serta gaya para sketcher Indonesia, sekaligus menjadi ruang pertemuan kreatif lintas budaya.

Pameran ini turut diramaikan oleh sketchwalk pada 23 November, serta rangkaian workshop tematik setiap akhir pekan, mulai dari Soft Pastel, Food Sketching, Fashion Illustration, hingga Live Model Drawing.

Selain itu, hadir pula Pasar Sketsa, art market yang menyuguhkan berbagai produk dan pernak-pernik khas dunia urban sketching, semuanya ditampilkan dalam suasana heritage Peranakan di Masa-Masa Resto.

STORY OF INDONESIA bukan hanya pameran seni, melainkan sebuah perayaan visual tentang kehidupan, keberagaman, dan semangat menggambar dari hati — menyatukan perspektif para sketcher Nusantara dalam satu kisah besar tentang Indonesia.

Share:

Minggu, 23 November 2025

Lima Pelanggaran Berat Proyek Lift Kaca di Pantai Kelingking, Gubernur Koster Perintahkan Pembongkaran Total dan Pemulihan Lingkungan

Foto: Gubernur Bali Wayan Koster didampingi Bupati Klungkung I Made Satria, Ketua Pansus TRAP DPRD Bali I Made Supartha, dan Kasat Pol PP Bali I Dewa Nyoman Rai Darmadi, saat konferensi pers, Minggu 23 November 2025 di Jaya Sabha Denpasar. 

Denpasar (aspirasibali.my.id)

Gubernur Bali Wayan Koster resmi menerima rekomendasi Panitia Khusus Tata Ruang, Aset, dan Perizinan (TRAP) DPRD Bali dan selanjutnya memerintahkan PT Indonesia Kaishi Tourism Property Investment Development Group untuk segera menghentikan seluruh kegiatan pembangunan Lift Kaca (Glass Viewing Platform) di Pantai Kelingking, Nusa Penida. Perusahaan diwajibkan membongkar seluruh bangunan secara mandiri dalam waktu maksimal enam bulan serta melakukan pemulihan fungsi ruang paling lama tiga bulan setelah pembongkaran.

Instruksi tegas tersebut disampaikan Gubernur Koster dalam konferensi pers di Jaya Sabha, Denpasar, pada Minggu, 23 November 2025. Hadir mendampingi Bupati Klungkung I Made Satria, Ketua Pansus TRAP DPRD Bali I Made Supartha, dan Kasatpol PP Provinsi Bali I Dewa Nyoman Rai Darmadi.

“Jika perusahaan tidak melaksanakan pembongkaran sesuai batas waktu, Pemerintah Provinsi Bali bersama Pemerintah Kabupaten Klungkung akan mengambil alih seluruh proses penertiban sesuai peraturan perundang-undangan,” tegas Gubernur Koster.

Gubernur Koster menguraikan lima jenis pelanggaran berat yang dilakukan PT Indonesia Kaishi Tourism Property Investment Development Group, yaitu:

1. Pelanggaran Tata Ruang

Mengacu pada Perda Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2020, pelanggaran meliputi:

Pembangunan lift kaca seluas 846 m² dengan tinggi ±180 meter berada pada kawasan sempadan jurang tanpa rekomendasi gubernur.

Pondasi bore pile jembatan dan lift dibangun di wilayah pantai dan pesisir tanpa rekomendasi gubernur dan tanpa KKPRL dari Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Tidak memiliki rekomendasi kajian kestabilan jurang.

Tidak ada validasi KKPR untuk PMA sebelum berlakunya PP Nomor 28 Tahun 2025.

Sebagian besar bangunan berada pada wilayah pesisir tanpa KKPRL.

Sanksi: Pembongkaran bangunan dan pemulihan fungsi ruang.


2. Pelanggaran Lingkungan Hidup

Diatur dalam PP Nomor 5 Tahun 2021.

Proyek tidak memiliki izin lingkungan untuk kegiatan PMA dan hanya mengantongi UKL-UPL dari DLH Kabupaten Klungkung.

Sanksi: Paksaan pemerintah untuk pembongkaran.


3. Pelanggaran Perizinan

KKPR yang diterbitkan tidak sesuai peruntukan tata ruang.

PBG hanya untuk bangunan loket seluas 563,91 m² dan tidak mencakup jembatan layang maupun lift kaca.

Sanksi: Penghentian seluruh kegiatan.


4. Pelanggaran Tata Ruang Laut

Melanggar UU Nomor 27 Tahun 2007 dan Keputusan Gubernur Bali No. 1828 Tahun 2017.

Pondasi beton dibangun di Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida pada zona perikanan berkelanjutan yang melarang pembangunan fasilitas wisata.

Sanksi: Pembongkaran bangunan.


5. Pelanggaran Kepariwisataan Budaya

Diatur dalam Perda Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2020.

Proyek mengubah keaslian Daerah Tujuan Wisata (DTW).

Sanksi: Sanksi pidana.


DPRD Provinsi Bali melalui Pansus TRAP memberikan empat rekomendasi kepada pemerintah provinsi, yaitu:

1. Menghentikan seluruh kegiatan pembangunan lift kaca.

2. Melakukan penutupan dan pembongkaran seluruh konstruksi.

3. Seluruh biaya pembongkaran menjadi tanggung jawab perusahaan.

4. Jika perusahaan tidak melakukan pembongkaran, pemerintah provinsi dan kabupaten akan mengambil alih sesuai ketentuan hukum.

Gubernur Koster menegaskan bahwa pemerintah mendukung investasi yang legal, patut, bertanggung jawab, dan berkelanjutan.

“Kegiatan investasi di Bali harus didasari niat baik, mencintai Bali, menjaga Bali, dan bertanggung jawab terhadap keberlangsungan alam, manusia, dan kebudayaan Bali. Bukan berorientasi pada eksploitasi yang merusak ekosistem dan identitas Bali,” tegasnya.

Langkah tegas ini diambil agar pelanggaran serupa tidak kembali terjadi dan Bali selalu berada pada jalur pembangunan berkelanjutan, berbudaya, dan berintegritas.

Share:

Gubernur Koster Beri Tenggat 6 Bulan untuk Bongkar Total Proyek Lift Kaca Kelingking, Tidak Ada Ruang Bagi Pelanggaran Investasi dan Tata Ruang

Foto: Gubernur Bali Wayan Koster bersama Ketua Pansus TRAP DPRD Bali Made Supartha, Kepala Satpol PP Bali Dewa Dharmadi, serta Bupati Klungkung I Made Satria, saat konferensi pers di Jaya Sabha, Denpasar. 

Denpasar (aspirasibali.my.id)

Pemerintah Provinsi Bali bersama Pemerintah Kabupaten Klungkung resmi mengambil langkah paling tegas terhadap pembangunan Lift Kaca (Glass Viewing Platform) di Pantai Kelingking, Desa Bunga Mekar, Nusa Penida. Proyek milik PT Indonesia Kaishi Tourism Property Investment Development Group itu dinyatakan melanggar sejumlah aturan fundamental terkait tata ruang, lingkungan, hingga perizinan. Keputusan diambil sebagai tindak lanjut atas Rekomendasi DPRD Provinsi Bali Nomor B.08.500.5.7.15/31529/PSD/DPRD.

Pengumuman ini disampaikan dalam konferensi pers di Jaya Sabha, Minggu (23/11/2025), dipimpin langsung Gubernur Bali Wayan Koster bersama Ketua Pansus TRAP DPRD Bali Made Supartha, Kepala Satpol PP Bali Dewa Dharmadi, serta Bupati Klungkung I Made Satria. Di hadapan media, Gubernur Koster memaparkan sepuluh pelanggaran berat yang dilakukan dalam pembangunan fasilitas wisata tersebut—sekalian menegaskan rekomendasi penghentian dan pembongkaran total seluruh bangunan.

Gubernur Koster dengan nada tegas menuturkan bahwa pemerintah mendukung investasi berkualitas yang taat aturan, ramah lingkungan, dan sejalan dengan budaya Bali. Namun terhadap investasi yang merusak alam, mengacaukan tata ruang, atau mengabaikan aturan, pemerintah akan mengambil langkah keras tanpa kompromi.

Koster juga mengapresiasi kinerja Pansus TRAP DPRD Bali yang dinilai bekerja cermat dan komprehensif dalam mengungkap seluruh pelanggaran proyek tersebut. Pemerintah Provinsi secara resmi menyatakan mendukung penuh rekomendasi pansus.

Bupati Klungkung I Made Satria menegaskan bahwa pihaknya sepenuhnya mendukung langkah Pemprov Bali. Ia memastikan Pemkab Klungkung siap mengamankan seluruh kebijakan terkait penertiban proyek ilegal tersebut.

Proyek lift kaca tersebut tercatat berdiri pada tiga wilayah berbeda:


Wilayah A

Daratan bagian atas jurang (HM, HP, HPL) – lokasi loket tiket seluas 563,91 m², di bawah kewenangan Pemkab Klungkung.

Harus mematuhi Perda RTRWP Bali No. 3/2020 dan RTRWK Klungkung No. 1/2013.


Wilayah B

Daratan bagian jurang pada Alas Hak Tanah Negara – kewenangan pemerintah pusat/Pemprov Bali.


Wilayah C

Area pantai dan perairan pesisir – kewenangan Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Pemprov Bali.


Tiga bangunan utama telah berdiri:

1. Loket tiket (563,91 m²)

2. Jembatan layang 42 meter

3. Lift kaca, restoran, dan pondasi bore pile seluas 846 m² dengan ketinggian konstruksi sekitar 180 meter.


DPRD Bali mengidentifikasi lima pelanggaran besar, antara lain:

1. Pelanggaran Tata Ruang

– Bangunan 846 m² dengan ketinggian 180 meter berada di sempadan jurang tanpa rekomendasi gubernur.

– Fondasi jembatan dan lift berada di area pantai dan pesisir tanpa rekomendasi gubernur dan tanpa KKPRL dari KKP.

2. Tidak Ada Kajian Kestabilan Tebing

Sangat berisiko secara geologis dan keselamatan.

3. Tidak Ada Validasi KKPR untuk PMA

Padahal perusahaan berstatus penanaman modal asing.

4. Pelanggaran Lingkungan

– Tidak memiliki izin lingkungan untuk PMA.

– Hanya berbekal rekomendasi UKL–UPL dari DLH Klungkung.

– Berdasarkan PP 5/2021, pelanggaran ini wajib dikenai sanksi paksaan pembongkaran.

5. Pelanggaran di Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida

– Pondasi beton dibangun di zona perikanan berkelanjutan/subzona perikanan tradisional.

– Fasilitas wisata dilarang berdiri di zona tersebut.


Selain itu, proyek dinilai mengubah keaslian DTW Kelingking dan bertentangan dengan Perda Bali No. 5 Tahun 2020 tentang Kepariwisataan Budaya Bali, sehingga memiliki konsekuensi pidana.


DPRD Provinsi Bali mengeluarkan empat rekomendasi pokok:

1. Menghentikan seluruh kegiatan pembangunan.

2. Menutup dan membongkar seluruh konstruksi.

3. Seluruh biaya pembongkaran menjadi tanggung jawab perusahaan.

4. Jika perusahaan tidak melaksanakan dalam batas waktu, pemerintah akan mengambil alih pembongkaran.


Menindaklanjuti rekomendasi tersebut, Pemprov Bali mengeluarkan tiga keputusan tegas:

1. Menghentikan seluruh kegiatan proyek.

2. Memerintahkan perusahaan melakukan pembongkaran total dalam waktu 6 bulan.

3. Memerintahkan pemulihan fungsi ruang dalam waktu 3 bulan setelah pembongkaran selesai.

Jika perusahaan tidak menaati ketentuan itu, Pemprov Bali bersama Pemkab Klungkung akan mengambil alih seluruh proses pembongkaran dan penegakan hukum.

Share:

Ketua DPC Hanura Gianyar Ida Bagus Putu Sudiarta Tekankan Penguatan Komunikasi untuk Kembalikan Kejayaan Partai Hanura di Bali

Foto: Ketua DPC Partai Hanura Gianyar, Drs. Ida Bagus Putu Sudiarta, S.Pd., M.Si., saat menyampaikan pemaparan dalam Musyawarah Cabang (Muscab) DPC Partai Hanura se-Bali yang digelar pada Jumat, 21 November 2025, di Inna Bali Heritage Hotel, Jalan Veteran, Denpasar.

Denpasar (aspirasibali.my.id)

Ketua DPC Partai Hanura Gianyar, Drs. Ida Bagus Putu Sudiarta, S.Pd., M.Si., menegaskan komitmen pihaknya untuk mengembalikan kejayaan Partai Hanura di Bali. Hal tersebut disampaikannya dalam Musyawarah Cabang (Muscab) DPC Partai Hanura se-Bali yang digelar pada Jumat, 21 November 2025, di Inna Bali Heritage Hotel, Jalan Veteran, Denpasar. Muscab tahun ini mengusung tema Nangun Sat Kerthi Loka Bali: “Daerah Berdaya Indonesia Sejahtera”.

Dalam kesempatan itu, Ida Bagus Putu Sudiarta menilai bahwa langkah mengembalikan kejayaan Hanura bukan hanya membutuhkan kerja keras, tetapi juga implementasi visi yang jelas melalui pola komunikasi yang baik antarstruktur partai.

“DPC Hanura Gianyar berkomitmen untuk berupaya mengembalikan kejayaan Partai Hanura di Bali. Saya melihat hal ini sangat spesifik, dan memang kita membutuhkan kerja keras untuk mewujudkannya. Yang paling penting adalah bagaimana visi tersebut dapat diimplementasikan melalui komunikasi yang baik,” ujarnya.

Ia menekankan bahwa komunikasi harus terjalin secara berjenjang dan menyeluruh, mulai dari tingkat provinsi, kabupaten hingga kecamatan. Menurutnya, kualitas komunikasi merupakan kunci agar program riil partai dapat tersampaikan dengan baik kepada masyarakat.

“Artinya, seluruh lapisan, mulai dari tingkat provinsi, kabupaten hingga kecamatan, harus mampu menjalin komunikasi yang efektif. Kualitas komunikasi itu penting, karena di sanalah kita menyampaikan apa program nyata yang akan kita implementasikan di masyarakat,” tambahnya.

Ida Bagus Putu Sudiarta meyakini, dengan komunikasi yang baik serta program konkret yang dirasakan langsung oleh masyarakat, kepercayaan publik terhadap Hanura dapat tumbuh kembali.

“Dengan komunikasi yang baik dan program yang jelas, kepercayaan masyarakat dapat kembali tumbuh dari hati nurani mereka. Saya kira itulah pentingnya kualitas komunikasi dalam upaya kita bersama untuk mengembalikan kejayaan Hanura di Provinsi Bali,” tegasnya.

Muscab Hanura se-Bali ini menjadi momentum konsolidasi internal sekaligus upaya memperkuat arah gerak partai dalam menghadapi dinamika politik ke depan. Partai berharap penguatan komunikasi dan soliditas struktur mampu membangkitkan kembali kekuatan Hanura di Pulau Dewata.

Share:

Ketua DPC Hanura Kota Denpasar Tonny Kushartanto Dorong Inovasi Wisata Denpasar Lewat Ide-Ide Kreatif

Foto: Ketua DPC Hanura Kota Denpasar, Tonny Kushartanto, SS.

Denpasar (aspirasibali.my.id)

Partai Hanura menyatakan siap mendorong lahirnya destinasi-destinasi wisata baru di Kota Denpasar. Langkah ini digagas langsung oleh Ketua DPC Hanura Kota Denpasar, Tonny Kushartanto, SS, melalui pemikiran kreatifnya yang telah memperoleh penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI).

Dalam Musyawarah Cabang (Muscab) DPC Partai Hanura se-Bali di Inna Bali Heritage Hotel, Denpasar, Jumat (21/11/2025), Tonny mengatakan Denpasar memiliki potensi besar sebagai kota metropolitan yang mampu menjadi magnet wisatawan internasional. “Denpasar memiliki potensi untuk mendatangkan wisatawan asing, bukan hanya seperti Badung, tetapi dengan karakter dan daya tariknya sendiri,” tegasnya.

Tonny menyatakan, hadirnya Hanura di Denpasar harus membawa gagasan konkret untuk menjawab tantangan dunia pariwisata yang terus berkembang. “Dengan hadirnya Partai Hanura, kami membawa gagasan agar Denpasar menciptakan destinasi-destinasi wisata baru yang mampu menarik lebih banyak wisatawan mancanegara,” katanya.

Ia menegaskan bahwa seluruh ide kreatifnya akan diarahkan untuk pembangunan berbasis budaya dan kearifan lokal Bali. “Denpasar adalah kota metropolitan di Bali… Denpasar merupakan tolok ukur perkembangan Bali,” ujar Tonny, menegaskan posisi strategis ibu kota provinsi tersebut.

Dalam forum Muscab yang mengusung tema Nangun Sat Kerthi Loka Bali, Tonny juga menekankan pentingnya ketulusan dalam mempercepat pembangunan kota. “Kecepatan itu hanya bisa terwujud apabila dilakukan dengan ketulusan. Tanpa ketulusan, tidak mungkin cepat. Tanpa hati nurani rakyat, tidak mungkin cepat,” katanya.

Sebagai pelaku event dan organizer, Tonny menilai masih banyak sektor usaha kreatif di Denpasar yang membutuhkan ruang tumbuh. Ia menargetkan Hanura dapat mendorong inovasi yang memberi manfaat langsung pada masyarakat dan tidak meninggalkan nilai budaya Bali.

“Saya akan mencurahkan semuanya demi kepentingan masyarakat, melalui hati nurani rakyat,” pungkasnya.

Share:

Dorong Penataan Denpasar Jadi Kota Metropolitan Berbudaya, Ketua DPC Hanura Kota Denpasar Tonny Tekankan Penataan Berlandaskan Hati Nurani


Foto: Ketua DPC Partai Hanura Kota Denpasar, Tonny Kushartanto, SS, saat menyampaikan pemaparan dalam Musyawarah Cabang (Muscab) DPC Partai Hanura se-Bali yang digelar di Inna Bali Heritage Hotel, Jalan Veteran, Denpasar, Jumat (21/11/2025).

Denpasar (aspirasibali.my.id

Ketua DPC Partai Hanura Kota Denpasar, Tonny Kushartanto, SS menegaskan komitmen partainya untuk ikut mempercepat pembangunan dan penataan Kota Denpasar sebagai kota metropolitan berbudaya. Hal itu disampaikan Tonny dalam Musyawarah Cabang (Muscab) DPC Partai Hanura se-Bali yang digelar di Inna Bali Heritage Hotel, Jalan Veteran, Denpasar, Jumat (21/11/2025).

Dengan mengusung tema “Nangun Sat Kerthi Loka Bali: Daerah Berdaya Indonesia Sejahtera,” Tonny menempatkan Denpasar sebagai poros penting kemajuan Bali. “Denpasar adalah kota metropolitan di Bali. Selain sebagai pusat pemerintahan, Denpasar juga menjadi barometer pariwisata yang luar biasa, bahkan sering dibandingkan dengan kota-kota besar seperti Bandung. Artinya, Denpasar merupakan tolok ukur perkembangan Bali,” ujarnya.

Tonny menegaskan bahwa percepatan pembangunan harus dilakukan dengan landasan ketulusan. “Hari ini kami hadir, Astungkara, bersama seluruh teman dan jajaran untuk menyatakan dukungan dan komitmen. Kami ingin menata Denpasar… Denpasar harus bergerak cepat,” katanya. Ia menilai kecepatan pembangunan tidak dapat dicapai tanpa niat yang tulus dan didorong oleh hati nurani rakyat.

Menurutnya, berbagai infrastruktur di Denpasar sudah baik, namun masih membutuhkan penataan lanjutan. Karena itu Hanura ingin menjadikan Denpasar sebagai “kota impian,” yang bermanfaat bagi masyarakat dan tetap menjaga adat, budaya, serta sejalan dengan Tri Hita Karana dan nilai-nilai Nangun Sad Kerthi Loka Bali.

Tonny yang berlatar belakang pelaku event dan organizer membawa serangkaian ide kreatif untuk mengisi sektor-sektor yang masih belum tergarap optimal, terutama usaha kreatif dan pariwisata. Ia berharap gagasan-gagasan tersebut dapat mendorong lahirnya destinasi wisata baru yang memperkuat daya tarik Denpasar di mata wisatawan mancanegara.

“Saya memiliki sejumlah gagasan yang telah mendapatkan penghargaan dari Museum Rekor Indonesia. Dengan talenta dan pengalaman itu, saya akan mencurahkan semuanya demi kepentingan masyarakat, melalui hati nurani rakyat,” ujarnya.

Ia pun menegaskan harapannya agar Hanura mampu memberi perubahan nyata. “Semoga kehadiran Partai Hanura dapat menjadikan Denpasar tampil berbeda dari sebelumnya, lebih cepat berkembang, lebih berbudaya, dan semakin layak sebagai kota metropolitan yang membanggakan”.

“Apa gagasannya? Apa idenya? Tunggu saja nanti. Mantap!” pungkasnya.

Share:

Sabtu, 22 November 2025

Ginantra Artana Siapkan Sistem Pembinaan Berjenjang untuk Menata Ulang Hanura Karangasem

Foto: Ketua DPC Karangasem, Nyoman Ginantra Artana saat memberikan pemaparan di acara Musyawarah Cabang (Muscab) DPC Partai Hanura se-Bali, Jumat, 21 November 2025.

Denpasar (aspirasibali.my.id)

Dalam Musyawarah Cabang DPC Hanura se-Bali, Ketua DPC Karangasem, Nyoman Ginantra Artana, memaparkan konsep strategis yang disebutnya realistis dan sesuai kebutuhan dasar partai. Ia menegaskan bahwa Hanura Karangasem akan dibangun dengan sistem internal yang berkesinambungan setelah struktur definitif terbentuk.

“Kaderisasi yang saya maksud adalah membangun organisasi secara benar. Ketika kita mampu menerjemahkan suara menjadi kursi, itu menjadi bentuk pengakuan dari pemerintah terhadap eksistensi partai,” ujarnya.

Menurut Ginantra, Hanura di Karangasem selama ini tidak memiliki kesinambungan pembinaan, sehingga banyak kader pindah ke partai lain setelah gagal pada periode pertama. “Artinya apa? Sistem kita tidak memelihara kader,” katanya.

Untuk itu, ia memperkenalkan konsep utama: memperlakukan suara sebagai investasi politik. “Suara menjadi kursi. Suara menjadi bantuan keuangan dari negara untuk partai. Itu investasi bagi generasi muda Hanura,” tegasnya.

Ginantra juga menekankan pentingnya sistem perhitungan suara berbasis kecamatan untuk mengetahui kekuatan riil masing-masing wilayah. Orang yang bekerja di lapangan akan dihargai bukan dengan iming-iming uang besar, tetapi dengan sumber daya resmi yang melekat dan berkelanjutan.

Ia juga menyoroti pola pikir generasi muda yang menurutnya cenderung melihat partai dari sisi instan. “Mereka melihat politik hanya dari sisi instan: kapitalisasi, uang, atau popularitas. Padahal proses membangun partai tidak seperti itu,” jelasnya.

Ginantra mengaku kerap iri melihat partai besar yang mampu menggerakkan organisasi hingga ke akar rumput saat perayaan hari raya atau Galungan. “Kita belum sampai di sana. Tetapi Astungkara, dengan izin Tuhan dan konsep yang jelas, saya yang sudah bekerja hampir 15 tahun di Hanura percaya konsep ini bisa dijalankan,” ujarnya.

Ginantra kembali menegaskan bahwa apa yang ia sampaikan adalah program murni partai, bukan program pemerintah. “Inilah yang diinginkan para kader dan suara di kabupaten masing-masing,” pungkasnya.

Share:

Ketua DPC Hanura Karangasem Ginantra Artana Dorong Kaderisasi Ketat untuk Akhiri Tradisi “Loncat Partai” dan Bangun Basis Kemenangan

Foto: Ketua DPC Hanura Karangasem, Nyoman Ginantra Artana.

Denpasar (aspirasibali.my.id)

Ketua DPC Hanura Karangasem, Nyoman Ginantra Artana, menegaskan bahwa penguatan partai harus kembali pada fondasi utamanya: kaderisasi. Hal tersebut disampaikan dalam Musyawarah Cabang (Muscab) DPC Partai Hanura se-Bali yang digelar pada Jumat, 21 November 2025, di Inna Bali Heritage Hotel, Denpasar.

“Saya adalah kader asli, produk Hanura Karangasem sejak tahun 2008. Pada 2008 dan 2010 saya menjadi Sekretaris PAC, sehingga dengan amanah tertinggi yang saya emban hari ini, atas restu Tuhan, Ketua, dan forum, saya menjadi Ketua DPC Hanura Karangasem,” ujarnya.

Ginantra mengaku telah melalui berbagai dinamika politik di Karangasem, termasuk gelombang besar yang menurutnya menjadi ujian berat bagi kader asli. “Gelombang besar pernah datang ke Karangasem… tetapi saya masih berdiri hingga hari ini,” katanya.

Ia menilai banyak program yang dipaparkan DPC lain cenderung bersifat imajiner, seolah Hanura sudah berada pada posisi besar. Padahal, menurutnya, Hanura Karangasem harus berbicara lebih realistis. “Mengelola partai konsepnya sederhana. Banyak yang disampaikan tadi lebih mirip pengelolaan pemerintah, seakan-akan kita punya anggaran besar. Padahal, fondasi pertama dan terpenting adalah kaderisasi,” tegasnya.

Ginantra menyoroti fenomena kader Hanura yang gagal saat maju pertama kali, namun berhasil ketika pindah ke partai lain. “Ini menunjukkan satu hal: kaderisasi kita belum terbangun dengan baik. Itu harus kita akui,” ujarnya.

Untuk memperbaiki kondisi tersebut, ia merancang dua konsep utama bila telah definitif menjadi Ketua DPC definitif: “Konversikan suara rakyat menjadi kursi, dan konversikan suara rakyat menjadi bantuan keuangan partai. Itulah tugas partai.”

Ia menegaskan bahwa partai bukanlah lembaga pelaksana pembangunan. Tugas pembangunan ada pada pemerintah. Hanura, kata dia, harus fokus menyiapkan kader yang mampu menerjemahkan dukungan publik menjadi kekuatan legislatif dan finansial resmi dari negara.

Share:

Hanura Jembrana Siapkan Program dan Strategi Inklusif Berbasis Sumber Daya Lokal, Agus Sanjaya: Sentuh Hati Nurani Rakyat

Foto: Ketua DPC Partai Hanura Jembrana, I Gede Agus Sanjaya, saat memberikan pemaparan di acara Musyawarah Cabang (Muscab) DPC Partai Hanura se-Bali, Jumat, 21 November 2025.

Denpasar (aspirasibali.my.id)

Ketua DPC Hanura Jembrana, I Gede Agus Sanjaya, memaparkan rencana program riil berbasis kebutuhan masyarakat dalam Musyawarah Cabang (Muscab) DPC Hanura se-Bali yang digelar di Inna Bali Heritage Hotel, Denpasar, Jumat, 21 November 2025. Dengan mengusung tema Nangun Sat Kerthi Loka Bali: “Daerah Berdaya Indonesia Sejahtera”, agenda ini menjadi momentum baginya menyampaikan arah kebijakan Hanura Jembrana menuju Pemilu 2029.

“Kalau Jembrana berbeda… Partai Hanura masih memberikan amanah kepada saya untuk memikul tanggung jawab sebagai Ketua DPC Kabupaten Jembrana,” ujar Agus Sanjaya.

Ia menegaskan bahwa Jembrana memiliki karakteristik wilayah yang berbeda dengan daerah pariwisata lainnya di Bali. “Jembrana memang tidak memiliki pariwisata berbasis pasir putih. Tetapi kami memiliki sumber daya lain: air, perkebunan, pertanian, dan sektor perikanan. Sumber-sumber inilah yang akan menjadi basis program strategis kami,” katanya.

Program-program yang disiapkan juga mencakup penguatan kerja yang berkaitan dengan produktivitas ekonomi lokal. Di luar itu, Hanura Jembrana akan meluncurkan program pickup gratis di setiap kecamatan, inisiatif yang terinspirasi dari program “Bang Ipat” yang sebelumnya menyediakan 71 unit pickup gratis untuk bendesa adat di seluruh Jembrana. “Hanura, dengan lima kecamatan yang ada, akan menginisiasi program pickup gratis di setiap kecamatan. Ini sangat mungkin dilakukan, dan resepnya ada di kantong saya,” ungkapnya.

Agus Sanjaya menilai program-program sederhana yang menyentuh langsung masyarakat adalah kunci untuk mendapatkan kembali kepercayaan publik. Ia menyebut Jembrana sebagai “miniatur Indonesia” karena keberagaman suku dan budaya yang hidup berdampingan. Karena itu, strategi Hanura untuk 2029 harus inklusif dan menyentuh seluruh lapisan masyarakat.

Ia juga menegaskan filosofi kepemimpinannya yang mengutamakan kerja nyata. “Saya meyakini bahwa pemimpin bukan sekadar seseorang yang duduk dan dihormati. Pemimpin adalah ujung tombak,” ujarnya.

Dengan semangat yang sama, ia menyatakan komitmennya mengikuti jejak para pemimpin Hanura yang ia hormati. “Itulah cita-cita saya… Kami ingin mengembalikan kejayaan Jembrana dan merebut kembali kursi demi kursi di daerah ini,” tutupnya.

Share:

Hanura Jembrana Perkuat Struktur dengan 75% Advokat, Agus Sanjaya Targetkan Kembalinya Kejayaan Hanura di Bumi Makepung

Foto: Ketua DPC Partai Hanura Jembrana, I Gede Agus Sanjaya.

Denpasar (aspirasibali.my.id)

Ketua DPC Partai Hanura Jembrana, I Gede Agus Sanjaya, menegaskan kesiapannya membawa kembali kejayaan Hanura di daerah yang pernah menempatkan partai tersebut pada posisi satu fraksi lebih di DPRD. Pernyataan itu ia sampaikan dalam Musyawarah Cabang (Muscab) DPC Hanura se-Bali, Jumat, 21 November 2025, di Inna Bali Heritage Hotel, Denpasar.

“Kalau Jembrana berbeda. Izinkan saya menjelaskan pekerjaan besar yang saya emban sampai hari ini, di mana Partai Hanura masih memberikan amanah kepada saya untuk memikul tanggung jawab sebagai Ketua DPC Kabupaten Jembrana,” ujarnya mengawali paparan.

Agus Sanjaya mengungkapkan dirinya telah tiga periode menjadi anggota DPRD Jembrana dan kembali mendapat amanah pada 2019. Selain itu, ia juga berprofesi sebagai advokat. Kondisi ini memengaruhi arah desain struktur Hanura Jembrana ke depan. “Karena itu, dalam struktur yang kami rancang ke depan, sekitar 75% kader yang akan kami tempatkan adalah advokat,” katanya.

Menurutnya, keputusan tersebut bukan tanpa alasan. Banyak persoalan di Jembrana dianggap berhubungan langsung dengan aspek hukum, sehingga kehadiran para advokat dirasa penting untuk menjawab kebutuhan masyarakat. “Setiap langkah pembangunan selalu berhubungan dengan peristiwa hukum. Karena itu, kami menyiapkan program real bekerja sama dengan para advokat yang jumlahnya mencapai 75% dalam struktur,” terangnya.

Di tingkat PAC kecamatan, hampir seluruh personel juga diisi advokat. Hanura Jembrana bahkan menyiapkan pembentukan lembaga bantuan hukum gratis untuk masyarakat, sebagai bentuk komitmen mewujudkan pelayanan politik yang berdampak langsung.

Ia juga menegaskan bahwa strategi politik 2029 harus diarahkan pada penguatan kapasitas legislasi melalui kader yang kompeten. “Di DPRD ada tiga fungsi utama: budgeting, pengawasan, dan legislasi. Fungsi legislasi menentukan arah kebijakan kabupaten, pasal demi pasal, titik dan komanya. Karena itu, kami ingin mempersiapkan kader-kader yang mampu dan layak duduk di DPRD Kabupaten Jembrana,” tegasnya.

Agus Sanjaya berkomitmen mengembalikan kejayaan Hanura di Jembrana. “Itulah cita-cita saya dalam membesarkan kembali Partai Hanura di bawah kepemimpinan Bapak Ketua DPD, Bapak Gede Wirajaya Wisna, dan Sekjen saat ini. Kami ingin mengembalikan kejayaan Jembrana dan merebut kembali kursi demi kursi di daerah ini,” pungkasnya.

Share:

Bupati Badung Rancang Transformasi Pasar Beringkit Jadi Mall Modern, Ketua DPC Hanura Badung Witama Ingatkan Pentingnya Modernisasi Pasar Hewan

Foto: Ketua DPC Hanura Badung, Wayan Witama.

Badung (aspirasibali.my.id)

Upaya memperkuat identitas Kota Mangupura terus digencarkan Bupati Badung, Wayan Adi Arnawa. Salah satu langkah strategis yang kini digaungkan adalah rencana ambisius mengubah Pasar Beringkit menjadi mall modern lengkap dengan fasilitas bioskop. Menurut Adi Arnawa, transformasi ini bukan sekadar proyek pembangunan fisik, melainkan bagian dari visi jangka panjang menjadikan Mangupura sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, sosial, dan budaya yang lebih maju dan dinamis.

Adi Arnawa menilai revitalisasi Pasar Beringkit dapat menjadi simbol semangat baru Mangupura dalam memperkuat karakter kotanya. Dengan menghadirkan fasilitas modern, ia yakin Mangupura akan semakin hidup sebagai pusat aktivitas warga, sekaligus meningkatkan daya tarik komersial dan rekreatif. Ia menegaskan bahwa pembangunan ini tetap diselaraskan dengan filosofi Mangupura sebagai kota yang tidak hanya berperan sebagai pusat pemerintahan, tetapi juga ruang hidup masyarakat yang memadukan tradisi dan modernitas.

Bupati menekankan bahwa pedagang tradisional Pasar Beringkit tidak akan ditinggalkan. Mereka dijanjikan tetap dilibatkan dalam proses revitalisasi agar identitas lokal dan aktivitas ekonomi yang sudah terbangun sejak lama tetap terjaga.

Menanggapi rencana tersebut, Ketua DPC Hanura Badung, Wayan Witama, memberikan pandangannya. Ia menilai modernisasi memang diperlukan, tetapi arah pengembangan Pasar Beringkit juga harus mempertimbangkan potensi besar sektor peternakan di Badung. “Kami akan menjalin kerja sama dengan masyarakat dan pemerintah. Misalnya dalam pengembangan sektor peternakan. Nanti bagaimana usulan Bupati Badung yang ingin mengubah Pasar Beringkit menjadi Mall,” ujarnya.

Witama mengingatkan agar revitalisasi tidak mematikan fungsi dasar pasar hewan yang sudah melekat di Pasar Beringkit selama bertahun-tahun. “Ini jangan sampai seperti itu. Tetapi justru agar dibuatkan suatu modernisasi pasar hewan, seperti ada konsep one-stop shopping yang diterapkan di Inggris, sehingga transaksi bisa dilakukan termasuk live order,” katanya.

Menurutnya, konsep pasar hewan modern tidak hanya mempertahankan identitas Pasar Beringkit, tetapi juga mampu meningkatkan nilai ekonomi untuk masyarakat. Ia menilai Badung bahkan dapat bekerja sama dengan DPC Hanura di daerah lain untuk memusatkan distribusi hewan dari berbagai wilayah, sehingga Pasar Beringkit menjadi sentra perdagangan hewan yang lebih kuat dan terorganisir.

 “Dengan demikian, pasar hewan akan berkembang lebih modern dan memberikan keuntungan bagi masyarakat,” tutupnya.

Share:

Perkuat Basis Politik di Daerah Padat Kompetisi, Ketua DPC Hanura Badung Witama: Fokus Perkuat Ekonomi Rakyat dan Pelestarian Budaya

Foto: Ketua DPC Partai Hanura Badung, Wayan Witama saat memberikan pemaparan di acara Musyawarah Cabang (Muscab) DPC Partai Hanura se-Bali, Jumat, 21 November 2025.

Denpasar (aspirasibali.my.id)

Ketua DPC Partai Hanura Badung, Wayan Witama, memaparkan strategi dan program kerja untuk memperkuat posisi Hanura di wilayah Badung yang dikenal sebagai daerah dengan kompetisi politik sangat ketat. Hal tersebut disampaikan dalam Musyawarah Cabang (Muscab) DPC Partai Hanura se-Bali, Jumat, 21 November 2025, yang mengusung tema Nangun Sat Kerthi Loka Bali: “Daerah Berdaya Indonesia Sejahtera” di Inna Bali Heritage Hotel, Jalan Veteran, Denpasar.

Menurut Witama, Badung merupakan daerah yang sudah padat oleh kekuatan partai-partai besar sehingga membutuhkan strategi khusus untuk memperluas dukungan. “Pertama, kami melihat bahwa Badung merupakan daerah yang sudah padat dengan kekuatan partai-partai besar. Artinya, tidak mudah bagi kita untuk langsung menang begitu saja. Kita membutuhkan waktu dan strategi yang tepat,” ujarnya.

Untuk menjawab tantangan tersebut, Hanura Badung menyiapkan berbagai program unggulan yang dirancang sebagai community-based program, dengan fokus pada keterlibatan langsung masyarakat. “Program ini akan berbasis masyarakat, mulai dari sektor pertanian, peternakan, hingga keuangan. Kami ingin membangun pendekatan kegiatan yang melibatkan masyarakat langsung,” jelasnya.

Salah satu program yang akan diwujudkan ialah pendirian koperasi Hanura “Hati Nurani Rakyat” dengan modal kecil di setiap kecamatan hingga desa. Witama berharap koperasi tersebut mampu menggerakkan ekonomi masyarakat dan memberi dampak nyata bagi kesejahteraan warga.

Sebagai wilayah pariwisata, Badung juga memiliki potensi besar untuk sinergi ekonomi kreatif dan pelaku usaha. “Badung adalah daerah pariwisata. Karena itu, kami ingin menggandeng pelaku UKM serta pemilik hotel untuk membuat program ekspedisi produk. Badung sebagai kawasan sustainable tourism memiliki potensi besar untuk meningkatkan pendapatan daerah, dan kami harap program ini bisa memberikan kontribusi positif, termasuk bagi Hanura Bali,” ujarnya.

Hanura Badung juga menyiapkan program pelestarian budaya melalui kerja sama dengan masyarakat adat dan banjar-banjar yang memiliki kelompok seni. Witama mencontohkan rencana menghubungkan sanggar tari dengan hotel-hotel di Badung agar para penari muda mendapat ruang tampil sekaligus penghasilan. “Mudah-mudahan ini bisa menjadi ikon baru bagi Hanura di Bali,” tambahnya.

Terkait target suara di Pemilu 2029, Witama menegaskan dukungan penuh bagi siapa pun kader Hanura yang maju dari Badung. “Kami ingin hadir langsung di masyarakat, membantu warga kurang mampu, mengunjungi warga yang sakit, dan bekerja sama dengan rumah sakit untuk memberikan solusi terbaik,” katanya.

Secara rutin, DPC Hanura Badung juga akan menggelar program pengobatan gratis setiap tiga bulan yang dapat diikuti masyarakat luas melalui live streaming yang menghubungkan Badung dan Bali. Seluruh program akan digerakkan bersama PAC serta struktur organisasi di tingkat bawah. Witama berharap langkah ini dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat dan memperkuat kepercayaan publik terhadap Partai Hanura.

“Program-program ini akan dijalankan bersama PAC dan seluruh struktur yang ada. Mudah-mudahan dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat dan menyentuh hati nurani mereka. Itulah program yang kami siapkan,” pungkasnya.

Share:

Jumat, 21 November 2025

Ida Bagus Kiana Ingatkan Etika Politik dan Persatuan Internal Jadi Kunci Kebangkitan Hanura Bali

Foto: Ketua Dewan Penasehat DPD Hanura Bali, Ida Bagus Kiana, SH., saat menghadiri Musyawarah Cabang (Muscab) DPC Partai Hanura se-Bali, pada Jumat, 21 November 2025, di Inna Bali Heritage Hotel, Jalan Veteran, Denpasar.

Denpasar (aspirasibali.my.id)

Ketua Dewan Penasehat DPD Hanura Bali, Ida Bagus Kiana, SH., menilai Muscab serentak Hanura Bali kali ini bukan hanya menandai konsolidasi organisasi, tetapi juga menunjukkan perubahan kultur politik di tubuh partai. Ia menekankan bahwa perkembangan pesat organisasi di bawah kepemimpinan Gde Wirajaya Wisna merupakan sinyal kuat bahwa Hanura Bali memasuki fase baru yang lebih solid dan realistis dalam menatap Pemilu 2029.

Pernyataan ini disampaikan Ida Bagus Kiana saat menghadiri Musyawarah Cabang (Muscab) DPC Partai Hanura se-Bali, yang mengusung tema Nangun Sat Kerthi Loka Bali: “Daerah Berdaya Indonesia Sejahtera,” pada Jumat, 21 November 2025, di Inna Bali Heritage Hotel, Jalan Veteran, Denpasar,

Menurutnya, kelengkapan struktur mulai dari tingkat DPC hingga PAC adalah capaian yang tidak terbayangkan sebelumnya. “Kami benar-benar tidak menyangka perkembangan organisasi bisa sedemikian pesat. Kami salut dengan pola kepemimpinan ini, mungkin karena kesederhanaannya, kedekatannya dengan masyarakat, dan pengaruhnya yang terasa kuat,” ujarnya.

Di tengah dinamika politik yang kian dipengaruhi informasi digital, Ida Bagus Kiana mengingatkan pentingnya sikap dewasa dalam menyikapi berbagai isu. Ia menegaskan agar kader tidak mudah terprovokasi oleh informasi yang tidak jelas sumbernya karena hal itu kerap memicu gesekan antartokoh politik.

Ia juga menggarisbawahi pentingnya etika dan objektivitas dalam berpolitik. “Kalau sesuatu memang benar, katakan benar. Kalau kurang bagus, akui. Introspeksi diri itu penting. Mengkritik pun harus bijak, bukan sekadar mencari kesalahan,” tegasnya.

Menyoroti komposisi kepengurusan baru yang memadukan senior berpengalaman dengan generasi muda, termasuk hadirnya Ketua DPC Hanura Klungkung berusia 24 tahun, Ida Bagus Kiana menilai perpaduan ini sebagai peluang besar. Namun ia mengingatkan bahwa kekuatan itu hanya akan efektif jika persatuan dijaga.

“Yang terpenting, pengurus harus menjaga persatuan antara senior dan junior. Justru sekarang banyak tokoh dari partai lain bergabung. Ini menunjukkan peluang besar bagi Hanura untuk berkembang,” katanya.

Ia menekankan bahwa motivasi berorganisasi harus berangkat dari kehormatan dan tanggung jawab, bukan keuntungan pribadi. “Kalau fokusnya hanya apa yang bisa didapat dari partai, itu akan sulit. Minimal ada rasa kehormatan ketika dipercaya duduk di kepengurusan provinsi,” ujarnya.

Terkait prospek Pemilu 2029, Ida Bagus Kiana menegaskan bahwa peningkatan kursi adalah target yang sangat mungkin dicapai, tetapi harus dengan pendekatan realistis. Dari posisi enam kursi saat ini, ia menilai peluang Hanura Bali mencapai sembilan hingga sepuluh kursi masih terbuka.

“Mengejar capaian dulu yang sempat 17 kursi mungkin sulit, tetapi enam menuju sembilan atau sepuluh kursi masih realistis. Jangan ngomong muluk-muluk, politik itu persaingannya berat,” tegasnya.

Sementara itu, Ketua DPD Hanura Bali, Gde Wirajaya Wisna, menegaskan bahwa konsolidasi organisasi saat ini dibangun bukan untuk sesaat, melainkan untuk memastikan partai bekerja setiap hari, bukan hanya menjelang pemilu.

Ia menyampaikan bahwa struktur DPD yang baru disahkan oleh DPP terdiri atas 57 orang, memadukan tokoh senior, kader muda energik, perempuan, pelaku budaya, hingga pekerja lapangan.

“Ini bukan sekadar jumlah, tetapi simbol kesiapan kita membawa energi perubahan bagi Bali,” ujarnya.

Wirajaya Wisna juga menekankan pentingnya kedisiplinan politik, kerja nyata, serta kehadiran partai di tengah masyarakat. “Kita mungkin tidak paling besar, tetapi bisa menjadi yang paling kuat. Kita mungkin tidak paling kaya, tetapi kita paling setia. Kita mungkin tidak paling bising, tetapi kita paling bekerja,” pungkasnya.

Share:

Rabu, 19 November 2025

Memaknai Yadnya Sebagai Esensi Ketulusan di Tengah Menguatnya Gengsi Upacara, Ketua PHDI Bali: Kanistan Bukan Rendah Justru Pokok Dari Yadnya

Foto: Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali, I Nyoman Kenak.

Denpasar (aspirasibali.my.id)

Yadnya dalam ajaran Hindu merupakan persembahan suci yang dilaksanakan secara tulus ikhlas berdasarkan dharma, dengan tujuan menghadirkan kesejahteraan dan kesempurnaan hidup bersama. Secara etimologis, istilah “yadnya” berasal dari bahasa Sanskerta “yaj”, yang berarti memuja, mengorbankan, atau berkorban. Konsep ini tidak hanya terwujud melalui rangkaian upacara keagamaan, tetapi juga melalui tindakan-tindakan sederhana dalam kehidupan sehari-hari. Dalam tradisi Hindu, yadnya dibagi menjadi lima jenis utama yang dikenal dengan Panca Yadnya.

Dalam pelaksanaannya, unsur ketulusan atau satwika menjadi landasan utama. Yadnya idealnya dilakukan sesuai kemampuan tanpa tekanan, keterpaksaan, atau dorongan gengsi. Ketika unsur-unsur tersebut mendominasi, esensi yadnya justru kabur dan makna filosofisnya berkurang.

Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali, I Nyoman Kenak, menegaskan pentingnya memahami ketiga tingkatan upacara yadnya yang dikenal dalam tradisi Bali: nista, madya, dan utama. Menurutnya, tingkatan nista atau kanistan kerap disalahpahami sebagai sesuatu yang rendah, padahal justru menjadi dasar atau pokok dari pelaksanaan yadnya.

“Upacara tingkatan kanistan bukan berarti sesuatu yang buruk; justru kanistan berarti pokok atau dasar. Banten atau sarana yang digunakan dapat disesuaikan, misalnya cukup dengan pejati, soda, atau rayunan, sesuai kemampuan,” ujarnya.

Ia menambahkan, di tengah kehidupan masyarakat modern, gengsi dalam pelaksanaan yadnya semakin terasa. Padahal, kanistan, madya, dan utama memiliki peran masing-masing sesuai kemampuan umat. Kanistan sendiri bukanlah tingkatan yang dianggap kurang, tetapi inti dari sebuah yadnya.

Dalam penjelasannya, I Nyoman Kenak mengibaratkan tingkatan upacara seperti berpakaian. Pakaian pokok cukup kaos dalam dan kemeja, sementara jas hanya tambahan. Demikian pula dalam yadnya, unsur utama adalah banten pokok seperti byakaonan, byakala, soda, dan rayunan. Unsur tambahan seperti tumpeng solas atau udel kurenan berfungsi sebagai pelengkap, bukan kewajiban.

"Seperti pakaian pokok yang hanya memerlukan kaos dalam dan kemeja, sementara jas hanyalah tambahan untuk tampilan. Demikian pula dalam upacara, yang terpenting adalah unsur pokoknya, banten bayakaonan, byakala, soda, rayunan. Tambahan seperti tumpeng solas atau udel kurenan bersifat pelengkap, bukan kewajiban," terangnya.

Menurutnya, pemahaman ini perlu terus digiatkan agar umat tidak terjebak dalam tuntutan sosial atau kebiasaan yang memperbesar biaya dan gengsi. Sosialisasi yang berkelanjutan dinilai penting untuk mengingatkan kembali bahwa inti yadnya adalah ketulusan, kesederhanaan, dan kemampuan masing-masing umat.

"Sosialisasi perlu terus dilakukan agar umat tidak terjebak dalam gengsi, tetapi kembali pada esensi yadnya: tulus, sederhana, dan sesuai kemampuan,"pungkasnya.

Dengan pemahaman tersebut, pelaksanaan yadnya diharapkan kembali kepada esensinya: memperkuat spiritualitas tanpa dibebani keharusan yang melampaui kemampuan, serta menjaga makna suci yadnya tetap hidup di tengah masyarakat Bali.

Share:

Rahajeng Galungan lan Kuningan

Rahajeng Galungan lan Kuningan. Semoga vibrasi suci hari raya ini menuntun kita untuk selalu berada di jalan kebenaran dan menjaga keseimbangan hidup sesuai nilai-nilai Dharma. Damai, bahagia, dan harmonis selalu menyertai.

Share:

Senin, 17 November 2025

Invasi Akomodasi Ilegal Ancam Ketertiban Bali, Tokoh Masyarakat IB Putu Madeg Serukan Penguatan Peran Desa Adat



Foto: Tokoh masyarakat, Ida Bagus Putu Madeg, S.H., M.H. (tengah-tengah)

Denpasar (aspirasibali.my.id)

Desa adat sebagai benteng utama pelestarian adat dan budaya Bali kini menghadapi tantangan serius di tengah derasnya pembangunan akomodasi pariwisata ilegal. Masuknya investor tanpa mekanisme kontrol yang jelas membuat pengawasan berbasis kearifan lokal semakin terpinggirkan, sementara visi pembangunan Bali berbasis adat dan budaya dipertanyakan arah keberlanjutannya.

Dalam struktur adat, desa adat memiliki kemampuan dan kewenangan untuk mengatur wilayahnya melalui penetapan zona suci, pelindungan kawasan wewidangan, serta kontrol sosial yang efektif untuk menegur atau menghentikan aktivitas yang melanggar norma adat. Namun, efektivitas pengawasan ini bergantung pada sinergi dengan pemerintah agar pembangunan tidak keluar dari koridor budaya yang menjadi identitas Bali.

Tokoh masyarakat, Ida Bagus Putu Madeg, S.H., M.H., menegaskan bahwa desa adat sejak awal merupakan entitas otonom yang memiliki hak penuh mengatur wilayahnya. Ia menjelaskan bahwa dinamika politik dan pemerintahan telah menggeser posisi hukum adat yang sebelumnya menjadi acuan utama masyarakat.

 “Jika dahulu hukum adat menjadi acuan utama dalam kehidupan masyarakat, kini hukum pemerintahlah yang lebih dominan,” ujarnya. 

Padahal, menurutnya, hukum adat adalah pijakan yang ditaati masyarakat dalam urusan agama, sosial, dan tata kehidupan komunal.

Ketua Dewan Penasehat Forum Bela Negara (FBN) Republik Indonesia ini kemudian mengatakan bahwa hukum adat memang harus menyesuaikan perkembangan zaman, namun tidak boleh kehilangan akar tradisinya. Di tengah maraknya pembangunan vila dan akomodasi pariwisata lainnya, desa adat justru sering tidak dilibatkan.

 “Investor kerap masuk dengan dalih memiliki tanah yang akan dibangun, tanpa berkonsultasi dengan prajuru desa adat. Situasi ini berpotensi mengganggu kenyamanan masyarakat,” katanya.

Ida Bagus Putu Madeg, S.H., M.H., menekankan pentingnya keterlibatan tiga pihak dalam setiap investasi pariwisata di Bali, yakni investor, pemilik lahan, dan masyarakat desa adat. Tanpa kolaborasi itu, ia mengingatkan bahwa hubungan antara investor dan masyarakat adat dapat terganggu dan memicu kekacauan. Ia menyebutkan beberapa kasus yang pernah terdengar, termasuk di wilayah Ubud, di mana kehadiran tamu atau pendatang yang tidak memahami budaya lokal menimbulkan ketidaknyamanan hingga gesekan sosial.

Menurutnya, persoalan ini tidak bisa sepenuhnya dibebankan kepada pemerintah maupun dilepas kepada masyarakat pemilik lahan. Ia menilai perlunya koordinasi yang solid di masing-masing wilayah agar desa wisata berkembang secara sinkron. Dengan demikian, desa adat dapat maju bersama, investor dapat menjalankan usaha dengan nyaman, dan masyarakat memperoleh manfaat melalui peluang kerja maupun pemanfaatan lahan yang sebelumnya tidak produktif.

Ida Bagus Putu Madeg, S.H., M.H., juga menyoroti pentingnya memperkuat hubungan antara pemerintah pusat, daerah, dan desa adat. Ia menilai Dinas Pariwisata perlu aktif menanamkan pemahaman kepada para pelaku pembangunan tentang pentingnya menghormati hukum adat. Ketidakjelasan kesepakatan sejak awal, katanya, akan menimbulkan persoalan besar ketika bangunan sudah berdiri dan investasi terlanjur dikeluarkan, sehingga penyelesaiannya menjadi rumit.

Ia mengajak seluruh masyarakat Bali untuk menjaga keberlanjutan nilai adat sebagai identitas utama Pulau Dewata.

 “Siapa lagi yang menghargai hukum adat kalau bukan kita masyarakat Bali sendiri. Karena itu, marilah semeton Bali untuk bersama-sama menjaga Bali,” serunya. 

Ida Bagus Putu Madeg, S.H., M.H., mengingatkan bahwa tidak semua pendatang datang dengan niat baik, dan sebagian berpotensi menggerus keberadaan desa adat. Tanpa antisipasi yang kuat, ia khawatir budaya dan tradisi Bali yang dikagumi dunia bisa terkikis perlahan.

"Tidak semua pendatang datang dengan niat baik, ada pula yang berpotensi mengurangi keberadaan desa adat. Jika tidak diantisipasi, budaya dan tradisi yang selama ini dikagumi dunia bisa terkikis perlahan," pungkasnya.

Share:

Rabu, 12 November 2025

Panudiana Kuhn: Wisata Berkualitas Harus Dimulai dari Perbaikan Destinasi

Foto: Pengamat pariwisata, Panudiana Kuhn.

Denpasar (aspirasibali.my.id)

Pengamat pariwisata, Panudiana Kuhn, menegaskan bahwa konsep wisata berkualitas tidak bisa hanya diukur dari kemampuan belanja wisatawan. Menurutnya, sebelum menargetkan wisatawan berkualitas, Bali harus terlebih dahulu memperbaiki kualitas destinasi pariwisatanya sendiri.

“Kalau bicara wisata berkualitas, ini masih jadi perdebatan. Banyak yang mengartikan wisatawan berkualitas sebagai wisatawan yang punya pengeluaran tinggi dan menghormati budaya lokal. Tapi menurut kami dari kalangan dunia usaha, sebelum bicara soal kualitas wisatawan, kita harus memperbaiki dulu kualitas destinasi kita sendiri,” ujar Kuhn di Badung.

Ia menjelaskan, wisata berkualitas harus ditopang oleh infrastruktur yang tertata baik, lingkungan yang bersih, keamanan yang terjaga, dan pelayanan publik yang prima. Panudiana Kuhn menilai, layanan bandara, kemacetan lalu lintas, serta persoalan sampah di Bali masih perlu banyak dibenahi. “Kalau itu semua sudah diperbaiki, barulah kita bisa bicara soal wisatawan berkualitas,” tegasnya.

Sebagai contoh, Panudiana Kuhn menyoroti keseriusan Singapura dalam menggarap semua sektor pariwisata, termasuk wisata kesehatan. Negara tersebut mampu menarik hingga 18 juta wisatawan setiap tahun. “Orang rela berobat ke sana, meski biayanya tinggi. Kita sebenarnya juga punya rumah sakit internasional di Sanur, tapi belum banyak yang datang untuk berobat ke sana,” jelasnya.

Menurut Panudiana Kuhn, wisatawan berkualitas adalah mereka yang berpengeluaran tinggi dan menghormati budaya lokal. “Mereka menginap di hotel bintang lima, atau boutique hotel dengan tarif tinggi, bisa Rp10 juta, bahkan Rp50 juta per malam,” ujarnya. Namun, ia menyadari, karakter wisatawan di Bali masih sangat beragam, dari wisatawan kelas atas hingga backpacker dengan anggaran terbatas.

Ia mencontohkan kawasan Nusa Dua yang kini dikenal dengan nama ITDC (dulu BTDC) sebagai kawasan yang berhasil dikelola dengan konsep wisata premium. “Dari awal memang sudah ditata sebagai kawasan eksklusif dengan hotel-hotel bintang lima. Kalau di Singapura, hotel seperti itu tarifnya minimal Rp8,5 juta per malam, sementara di Bali masih jauh lebih murah. Lingkungannya bagus sekali, cocok untuk wisatawan yang benar-benar berkualitas,” ujarnya.

Meski begitu, Panudiana Kuhn menilai keberadaan wisatawan backpacker juga tidak bisa dihindari. “Di semua negara, termasuk Singapura, tetap ada segmen wisatawan murah seperti ini. Mereka juga punya peran tersendiri dalam dinamika pariwisata,” katanya.

Panudiana Kuhn mengakui bahwa penerapan konsep wisata berkualitas secara penuh masih sulit di Bali karena sistem pariwisata nasional yang terbuka untuk semua segmen wisatawan. “Kalau mau meniru negara yang hanya menerima turis tertentu, misalnya yang membayar mahal, itu susah diterapkan di sini. Kita tidak bisa menyeleksi tamu satu per satu. Begitu mereka bayar visa on arrival dan punya tiket pulang, mereka bisa langsung masuk,” ujarnya.

Ia menambahkan, jika sistem seleksi diperketat dengan menutup VOA, risikonya justru wisatawan enggan datang. “Negara pesaing kita banyak yang memberikan VOA gratis. Jadi kita harus berhati-hati dalam membuat kebijakan seperti itu,” imbuhnya.

Terkait kebijakan tourist levy atau Pungutan Wisatawan Asing (PWA) di Bali, Panudiana Kuhn menyebut gagasan tersebut sangat baik, namun pelaksanaannya perlu dievaluasi agar lebih efektif. “Targetnya bisa sampai Rp1 triliun, tapi realisasinya baru sekitar 36 persen. Salah satunya karena lokasi konternya di bandara kurang strategis, ada di bawah, setelah proses imigrasi dan bea cukai. Harusnya satu jalur dengan pembayaran VOA, biar turis bisa langsung bayar bersamaan,” ungkapnya.

Ia menambahkan, sistem pengelolaan dana PWA juga perlu dibuat lebih efisien. “Dulu sistemnya lewat BRI, dan katanya uang itu harus mengendap dulu enam bulan sebelum bisa digunakan. Tapi kalau uang Rp1 triliun mengendap enam bulan, kan lumayan juga bunganya. Jadi sebenarnya bisa diatur lebih efisien,” katanya.

Dalam konteks regional, Panudiana Kuhn menyoroti posisi Indonesia yang masih tertinggal dibanding negara-negara ASEAN lainnya dalam jumlah kunjungan wisatawan. “Sekarang Malaysia paling banyak kunjungan turisnya, sampai Oktober sudah 28 juta. Thailand tahun lalu mencapai 35 juta wisatawan. Singapura dan Vietnam juga tinggi, bahkan Vietnam sudah menyalip Indonesia,” ujarnya.

Sementara Indonesia baru mencatat sekitar 16 juta wisatawan, dan Bali sendiri menargetkan 6,5 hingga 7 juta wisatawan per tahun. “Masih perlu banyak pembenahan kalau mau mencapai kualitas dan jumlah wisatawan seperti negara tetangga,” ujarnya menegaskan.

Panudiana Kuhn kemudian menilai bahwa semua segmen wisatawan tetap penting bagi Bali, namun fokus pengembangan tetap harus diarahkan pada wisatawan yang menghargai budaya lokal dan memiliki kontribusi ekonomi yang besar. “Wisatawan berkualitas itu mereka yang tinggal di hotel bintang lima atau boutique hotel, pengusaha, selebritas, atau pejabat yang menghargai budaya Bali. Mereka ini biasanya juga menggunakan layanan premium seperti mobil Alphard dan punya kesadaran budaya tinggi,” katanya.

“Sedangkan wisatawan backpacker kebanyakan mahasiswa atau akademisi dengan anggaran terbatas. Jumlah mereka banyak, tapi kontribusinya tidak sebesar wisatawan kelas atas. Karena itu, impian untuk menjadikan Bali sebagai destinasi wisata berkualitas tetap perlu didukung dengan perbaikan infrastruktur, layanan, dan kebijakan yang tepat,” pungkas Panudiana Kuhn.

Share:

Senin, 10 November 2025

Konsulat-Jenderal Australia di Bali Resmikan Papan Nama Beraksara Bali Bersama Gubernur Koster: Simbol Persahabatan dan Penghormatan Budaya

Foto: Gubernur Bali Wayan Koster bersama Konsul-Jenderal Australia di Bali, Jo Stevens, saat meresmikan papan nama baru Konsulat-Jenderal Australia yang kini dilengkapi aksara Bali, pada Senin, 10 November 2025.

Denpasar (aspirasibali.my.id)

Hubungan erat antara Australia dan Bali kembali menorehkan jejak bersejarah. Pada Senin, 10 November 2025, Konsul-Jenderal Australia di Bali, Jo Stevens, bersama Gubernur Bali, Dr. Ir. Wayan Koster, secara resmi meresmikan papan nama baru Konsulat-Jenderal Australia yang kini dilengkapi aksara Bali.

Langkah ini menjadikan Konsulat-Jenderal Australia sebagai kantor diplomatik pertama di Bali yang menggunakan aksara daerah tersebut pada papan namanya — sebuah gestur simbolik yang sarat makna penghormatan terhadap budaya dan kearifan lokal Pulau Dewata.

Dalam sambutannya, Jo Stevens menegaskan bahwa Bali memiliki tempat istimewa di hati masyarakat Australia.

 “Bali adalah tempat yang istimewa bagi warga Australia karena kekayaan warisan dan budayanya. Dengan menambahkan aksara Bali pada papan nama kami, kami menunjukkan rasa hormat Australia yang mendalam terhadap masyarakat dan budaya Bali,” ujarnya.

Ia menambahkan, inisiatif ini juga merupakan bentuk dukungan simbolis dan nyata terhadap upaya Gubernur Koster dalam melestarikan budaya Bali, khususnya melalui kebijakan pelestarian aksara daerah.

 “Saya sangat senang Gubernur Koster hadir hari ini untuk meresmikan papan nama kami. Australia akan selalu menjadi sahabat dan mitra dekat bagi Bali,” tambahnya.

Sementara itu, Gubernur Wayan Koster menyampaikan apresiasi dan rasa terima kasih kepada Konsulat-Jenderal Australia atas langkah diplomatik yang peka terhadap nilai-nilai budaya lokal.

 “Terima kasih atas dukungan dan penghormatan Konsul-Jenderal terhadap kerja keras Pemerintah Provinsi Bali dalam melestarikan serta memajukan budaya Bali. Saya berharap kantor-kantor luar negeri lainnya dapat mencontoh Konsulat-Jenderal Australia,” ujar Koster.

Langkah ini selaras dengan Peraturan Gubernur Bali Nomor 80 Tahun 2018, yang mewajibkan penggunaan aksara Bali berdampingan dengan aksara Latin pada papan nama kantor pemerintahan. Meskipun gedung diplomatik biasanya dikecualikan dari aturan tersebut, keputusan Konsulat-Jenderal Australia untuk turut menggunakannya dinilai sebagai bentuk penghormatan dan kolaborasi budaya yang luar biasa.

Peresmian papan nama tersebut juga dihadiri oleh Wali Kota Denpasar, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, dan Kepala Dinas Kebudayaan Bali.

Acara berlangsung hangat, menggambarkan semangat persahabatan lintas negara yang berakar pada saling pengertian dan penghormatan terhadap tradisi.

Melalui langkah sederhana namun penuh makna ini, Australia menunjukkan bahwa diplomasi tidak hanya dibangun melalui politik dan ekonomi, tetapi juga melalui penghormatan terhadap bahasa, aksara, dan identitas budaya lokal.

Share:

Minggu, 09 November 2025

Pansus TRAP DPRD Bali Soroti Lemahnya Pemahaman OSS, Biang Kerok Pelanggaran Tata Ruang di Bali

Foto: Sekretaris Panitia Khusus (Pansus) Tata Ruang dan Aset Pemerintah (TRAP) DPRD Bali, Dewa Nyoman Rai.

Denpasar (aspirasibali.my.id)

Sekretaris Panitia Khusus (Pansus) Tata Ruang dan Aset Pemerintah (TRAP) DPRD Bali, Dewa Nyoman Rai, menyoroti persoalan Online Single Submission (OSS) yang disebutnya menjadi salah satu faktor utama maraknya pembangunan yang melanggar tata ruang di Bali. Ia menilai, masih banyak pihak, termasuk birokrat daerah, yang belum memahami secara utuh sistem OSS tersebut.

“Banyak yang belum paham mengenai OSS,” tegas Dewa Nyoman Rai saat diwawancarai di Gedung DPRD Bali, Jumat, 7 Oktober 2025 lalu.

Menurutnya, OSS seringkali disalahartikan sebagai izin langsung untuk membangun, padahal tidak demikian. “Mereka hanya sebatas mendaftar dan mendapatkan NIB (Nomor Induk Berusaha), padahal itu bukan berarti mereka langsung bisa membangun,” ujarnya.

Dewa Nyoman Rai menegaskan, setelah mendapatkan NIB dari pusat, investor tetap harus mengikuti aturan dan mekanisme perizinan di daerah. Di Bali, proses tersebut harus melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) sebagai lembaga yang menjadi ujung tombak pelayanan investasi di daerah. Selain itu, terdapat pula mekanisme PKKPR (Pemberitahuan Kesediaan Kegiatan Penataan Ruang) yang di bawahnya terdapat forum komunikasi penataan ruang kabupaten/kota.

“Forum ini seharusnya berkolaborasi erat dengan dinas-dinas teknis terkait,” jelasnya.

Ia mencontohkan, baik investor dalam negeri maupun asing, tidak bisa serta-merta membangun hanya bermodal OSS. “Mereka harus berkoordinasi dengan dinas teknis di daerah. Dinas perizinan, misalnya, harus tahu di mana investor akan membangun hotel atau properti lainnya,” katanya.

Menurut Dewa Nyoman Rai, setiap rencana pembangunan juga wajib dikonsultasikan dengan dinas lain seperti Dinas Pertanian dan Dinas Lingkungan Hidup, terutama jika berkaitan dengan kawasan sensitif seperti jalur hijau atau Lahan Sawah Dilindungi (LSD). “Kalau semua aspek ini sudah clear, barulah pembangunan bisa berjalan dengan aman dan sesuai aturan,” ujarnya menegaskan.

Namun demikian, ia menilai koordinasi dan kolaborasi antardinas selama ini masih lemah. “Kurang intens, kurang nyambung. Akibatnya, terjadi tumpang tindih kebijakan yang justru menyulitkan investor,” ungkapnya.

Dewa Nyoman Rai menegaskan, Bali sangat membutuhkan investasi, namun harus tetap berpedoman pada tata ruang dan aturan daerah. “Kita memerlukan investasi, tapi investasi yang betul-betul sesuai dengan jalur-jalur yang ada,” ucapnya.

Ia mengingatkan pentingnya proses Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) sebelum proyek pembangunan dimulai, khususnya untuk investor asing. Proses ini, katanya, harus mendapatkan izin dan persetujuan dari pemerintah setempat serta tokoh-tokoh masyarakat.

“Setidaknya, tokoh masyarakat harus tahu dan dilibatkan dalam proses perencanaan pembangunan. Karena hukum adat juga berperan besar di Bali,” ujarnya.

Dewa Nyoman Rai juga menyayangkan masih banyak kepala desa dan lurah yang tidak mengetahui adanya proyek di wilayahnya. “Beberapa kali saya turun ke daerah, saya tanya, ‘Pak Lurah kok tidak tahu?’ Jawabannya sering kali, ‘Pak, ini kan OSS dari pusat.’ Padahal OSS bukan berarti semua proses harus sentralistik dari pusat ke daerah,” ujarnya dengan nada prihatin.

Ia menekankan bahwa dinas teknis di daerah, termasuk kepala dinas terkait, harus aktif turun ke lapangan dan berkoordinasi dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN), Dinas Pertanian, serta instansi lain yang memahami karakter wilayah pembangunan. “BPN sangat tahu daerah mana yang bisa dibangun dan mana yang tidak,” tambahnya.

Sebagai langkah konkret, Dewa Nyoman Rai mengungkapkan bahwa Pansus TRAP DPRD Bali telah mengagendakan pertemuan dengan berbagai pihak terkait, baik dari kabupaten/kota maupun tingkat provinsi. Tujuannya, untuk memperkuat koordinasi dan memperjelas mekanisme investasi di Bali.

“Harapannya, apa yang menjadi tujuan para investor dalam menanamkan modal di Bali dapat berjalan sejalan dengan aturan yang berlaku, serta tetap menjaga tata ruang dan kearifan lokal di Pulau Dewata,” pungkas Dewa Nyoman Rai.

Share:

Sabtu, 08 November 2025

Ketua KPU Bali Lidartawan Tegaskan Demokrasi Bukan Ikut-Ikutan, Tapi Pilihan yang Disadari

Foto: Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Bali, I Dewa Agung Gede Lidartawan, S.T.P., M.P., saat menjadi narasumber talkshow bertajuk “Gerakan Perubahan untuk Restorasi” yang digelar DPW Partai NasDem Bali pada Sabtu (8/11/2025).

Denpasar (aspirasibali.my.id)

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Bali, I Dewa Agung Gede Lidartawan, S.T.P., M.P., mengingatkan pentingnya membangun kesadaran politik yang cerdas di kalangan generasi muda. Ia menegaskan, demokrasi bukan sekadar ikut-ikutan, melainkan wujud tanggung jawab untuk menentukan arah masa depan bangsa.

Hal itu disampaikan Lidartawan saat menjadi pembicara dalam talkshow bertajuk “Gerakan Perubahan untuk Restorasi” yang digelar DPW Partai NasDem Bali pada Sabtu (8/11/2025), di Ballroom DPW NasDem Bali, Renon, Denpasar.

“Sekarang lebih dari 60 persen pemilih kita adalah generasi milenial. Kalau cara berpikirnya masih seperti dulu—ikut-ikutan, main geng—ya hasilnya akan begitu-begitu saja,” ujarnya di hadapan peserta talkshow.

Menurutnya, pendidikan politik bagi generasi muda menjadi kunci utama dalam menjaga kualitas demokrasi. Pemilih muda harus memahami visi, misi, dan program kerja para calon pemimpin agar keputusan mereka didasarkan pada kesadaran, bukan tekanan sosial atau emosional.

“Minimal, adik-adik tahu visi, misi, dan program kerja dari calon pemimpin yang akan dipilih. Jangan hanya ikut-ikutan,” tegasnya.

Lidartawan mengungkapkan, berdasarkan hasil pemilu dan pilkada sebelumnya, hanya sekitar 20 persen pemilih muda yang benar-benar memilih dengan kesadaran untuk membawa perubahan. Sementara sisanya masih terpengaruh loyalitas partai, faktor emosional, atau bahkan iming-iming materi.

“Sisanya memilih karena takut partainya kalah, atau karena diberi seragam dan iming-iming lain. Akibatnya, setelah pemimpin duduk di kursinya, malah timbul keributan. Padahal yang disalahkan akhirnya siapa? Kita juga,” kata Lidartawan.

Ia menegaskan, demokrasi sejati hanya bisa terwujud jika masyarakat berani berpikir kritis dan berperan aktif dalam mengawasi jalannya pemerintahan. Dalam era digital, hal itu semakin mudah dilakukan karena semua janji politik bisa direkam dan ditelusuri kembali oleh publik.

“Sekarang semuanya bisa direkam. Kalau dulu belum ada bukti, sekarang lewat handphone bisa direkam—janji politiknya, komitmennya,” ujarnya.

Lebih lanjut, Lidartawan menekankan pentingnya keberanian publik untuk mengevaluasi kinerja para pemimpin. Ia mengajak masyarakat agar tidak ragu menghentikan dukungan terhadap pemimpin yang tidak menepati janji, sekaligus memberikan apresiasi bagi mereka yang bekerja nyata.

“Kalau mereka tidak menunjukkan kinerja, ya jangan didukung lagi. Tapi kalau mereka bekerja nyata dan konsisten dengan visi-misinya, ayo kita dorong bersama. Itulah check and balance,” tegasnya.

Sebagai lembaga penyelenggara pemilu, KPU Bali terus berupaya memperkuat pendidikan politik, termasuk melalui kegiatan sosialisasi di sekolah. Program ini dijalankan setiap tahun untuk menanamkan pemahaman demokrasi sejak dini.

“Setiap penerimaan siswa baru, kami masuk ke sekolah untuk menyosialisasikan pentingnya memahami proses demokrasi. Karena sering kali guru pun belum paham pentingnya hal ini—padahal tiga atau lima tahun lagi, para siswa itu sudah menjadi pemilih,” jelasnya.

Upaya tersebut, lanjutnya, telah memberikan hasil positif. Tingkat partisipasi pemilih di Bali kini mencapai 83 persen. Meski begitu, Lidartawan menilai masih ada tantangan untuk meningkatkan partisipasi dalam pilkada, yang cenderung lebih rendah dibanding pemilu nasional.

“Pilkada ini menentukan masa depan daerah kita sendiri. Jadi jangan anggap sepele,” pungkasnya.

Share:

Pengamat Pariwisata Yusdi Diaz Sebut Overtourism di Bali Lebih ke Masalah Sebaran dan Overpopulasi, Bukan Jumlah Wisatawan

Foto: Pengamat pariwisata Yusdi Diaz.

Denpasar (aspirasibali.my.id)

Pengamat pariwisata Yusdi Diaz menilai persoalan yang dihadapi Bali saat ini bukan semata-mata soal overtourism atau kelebihan jumlah wisatawan, melainkan ketimpangan sebaran wisatawan dan meningkatnya populasi pendatang yang bekerja di sektor pariwisata. Ia menekankan perlunya penataan tata ruang yang tegas dan penerapan daya dukung (carrying capacity) agar pertumbuhan pariwisata tetap terkendali.

“Segala sesuatu yang berlebihan itu kesannya tidak baik. Overtourism, over booking, semuanya menunjukkan sesuatu yang tidak tertata dengan baik. Jadi sebelum kita bicara soal overtourism, kita harus tahu dulu berapa kapasitas Bali, berapa daya tampung wisatanya,” ujar Yusdi.

Menurutnya, persoalan utama yang muncul dari gejala overtourism bukan hanya karena banyaknya wisatawan, tetapi juga karena populasi pekerja sektor pariwisata yang terus bertambah. “Jadi bukan hanya tamu, tapi juga tenaga kerja yang datang ke Bali. Dari dulu sebenarnya sudah sering disampaikan bahwa kita harus menghitung carrying capacity-nya Bali. Kalau sudah tahu kapasitasnya, ya terapkan,” jelasnya.

Yusdi menambahkan, persoalan ini erat kaitannya dengan ketidaktegasan dalam penerapan tata ruang. Ia menyoroti bahwa pembangunan hotel, vila, dan tempat peristirahatan baru seharusnya dibatasi sesuai zonasi. “Kalau kita sudah punya tata ruang, ya dijaga. Jangan diubah-ubah lagi dengan berbagai alasan. Kadang demi peningkatan PAD, kita biarkan pembangunan tumbuh tanpa kendali,” tegasnya.

Lebih lanjut, Yusdi menyebut bahwa kondisi Bali saat ini sebenarnya belum bisa dikatakan mengalami overtourism, karena jumlah wisatawan masih di bawah masa sebelum pandemi. Namun, yang menjadi persoalan adalah sebaran wisatawan yang tidak merata antarwilayah.

“Menurut saya sebaran wisatawannya yang tidak merata. Kalau dilihat dari jumlah, angka kunjungan wisatawan kita sekarang masih di bawah sebelum pandemi. Yang berubah itu karakter tamunya. Sekarang lebih banyak tamu yang long stay, tapi spending-nya rendah,” katanya.

Ia menjelaskan, wisatawan yang tinggal lama banyak terkonsentrasi di kawasan seperti Canggu dan Berawa, namun dengan tingkat pengeluaran yang rendah. “Dulu, wisatawan banyak yang short stay tapi belanjanya besar. Sekarang banyak tamu yang tinggal lama, tapi cenderung lebih hemat,” ujarnya.

Dampak dari perubahan ini mulai terasa di sejumlah destinasi seperti Ubud, yang kini dinilai terlalu padat dan kehilangan kenyamanan. “Dulunya kan tenang dan nyaman, sekarang sangat ramai. Keramaian ini bukan hanya karena wisatawan, tapi juga karena pekerja yang menumpuk di sana, ditambah pembangunan akomodasi dan restoran yang berlebihan,” jelas Yusdi.

Ia menekankan perlunya limitasi dan pengawasan ketat terhadap pembangunan, terutama demi menjaga kelestarian budaya dan lingkungan. “Yang paling terasa itu degradasi budaya dan kerusakan lingkungan. Banyak area di tepi sungai dibeton demi keindahan, tapi kemudian menyebabkan banjir karena jalur air tertutup,” tuturnya.

Menurut Yusdi, permasalahan lainnya adalah ketimpangan jenis wisatawan yang datang. Saat ini, banyak muncul komunitas global seperti digital nomad atau global citizen yang berpusat di kawasan tertentu seperti Canggu. “Mereka hidup dari aktivitas online, pagi surfing, siang kerja di internet, begitu seterusnya,” katanya.

Sementara itu, wisatawan berkelas atas atau high-end yang datang ke kawasan seperti Uluwatu atau Mayong justru memberikan kontribusi ekonomi lebih besar. Namun, Yusdi menilai kedua segmen ini sama-sama penting bagi perekonomian Bali.

“Kalau kita terlalu banyak membatasi, UMKM kita bisa terdampak. Karena justru wisatawan seperti di Canggu dan Berawa inilah yang banyak menyerap produk UMKM lokal. Sedangkan tamu high-end, uangnya besar tapi sering kali tidak tinggal lama dan perputaran uangnya tidak terjadi di tingkat lokal,” ujarnya.

Karena itu, Yusdi menekankan perlunya kebijakan yang mampu menyeimbangkan antara kualitas wisatawan, pemerataan sebaran, dan manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal.

Selain sebaran wisatawan, Yusdi juga menyoroti fenomena overpopulasi akibat banyaknya pendatang yang ingin mengadu nasib di sektor pariwisata. “Bukan cuma wisatawan yang datang, tapi juga banyak orang dari luar yang datang untuk bekerja atau berusaha. Kalau wisatawan datang dan membawa uang, tentu bagus. Tapi persoalannya, populasi yang meningkat ini tidak terkontrol,” jelasnya.

Banyaknya orang yang tergiur oleh “gula-gula pariwisata” membuat sejumlah kawasan menjadi padat dan kumuh. “Mereka menumpuk di satu wilayah tanpa perencanaan yang baik. Akibatnya, muncul persoalan seperti lingkungan menjadi kumuh, sampah menumpuk, dan sebagainya,” ujarnya.

Menurutnya, Bali sudah memiliki banyak regulasi yang baik, namun penegakan hukumnya (enforcement) masih lemah. “Kita punya aturan yang bagus, sudah dipikirkan matang. Tapi penegakannya lemah. Jangan sampai penegakan hukum hanya berhenti di negosiasi, misalnya, mau ditindak atau tidak tergantung kesepakatan. Kalau memang melanggar, ya harus ditindak tegas,” tegasnya.

Yusdi menutup dengan menekankan pentingnya kenyamanan sosial dan keseimbangan pembangunan. “Yang paling penting, bagaimana kita bisa menciptakan lingkungan sosial yang nyaman dan tertata, agar semua orang yang hidup di Bali, baik penduduk lokal maupun pendatang, bisa hidup dengan layak tanpa mengorbankan kelestarian lingkungan dan budaya,” pungkasnya.

Share:

Jumat, 07 November 2025

No Excuse! Pansus TRAP DPRD Bali Akan Sikat Pelanggar Tata Ruang, Sudah Kantongi Daftar Pelanggar

Foto: Sekretaris Pansus TRAP, Dewa Nyoman Rai, saat memimpin sidak pelanggaran tata ruang.

Denpasar (aspirasibali.my.id)

Pansus Tata Ruang dan Aset Pemerintah (TRAP) DPRD Bali memastikan akan menindak tegas berbagai pelanggaran tata ruang yang terjadi di sejumlah kabupaten/kota di Bali. Sekretaris Pansus TRAP, Dewa Nyoman Rai, menegaskan pihaknya telah mengantongi daftar lokasi yang menjadi prioritas penindakan dan akan segera ditindaklanjuti.

“Pansus TRAP bekerja sangat maksimal dan serius di seluruh kabupaten/kota se-Bali, karena Perda Nomor 2 Tahun 2023 ini dievaluasi hingga 20 tahun mendatang, sampai tahun 2043,” ujar Dewa Nyoman Rai.

Ia menjelaskan, langkah awal Pansus TRAP dimulai dari Kabupaten Badung, tepatnya di kawasan Uluwatu, Pantai Bingin. Di lokasi tersebut, tim menemukan banyak pelanggaran terhadap ketentuan tata ruang. Setelah melakukan peninjauan bersama instansi terkait, pihaknya langsung merekomendasikan tindakan tegas.

“Untuk menjaga tata ruang Bali hingga 100 tahun ke depan, pelanggaran semacam ini tidak boleh ditoleransi. Bagi yang melanggar, tidak ada alasan, izin harus dicabut. Kalau bisa ditutup, ya ditutup. Kalau tidak mau ditutup secara sukarela, ya kami bongkar, seperti yang sudah dilakukan sebelumnya di Pantai Bingin,” tegasnya.

Namun, pelanggaran tata ruang tak hanya terjadi di Badung. Menurutnya, temuan serupa juga ditemukan di berbagai daerah lain di Bali. “Kerja Pansus TRAP tidak hanya di Badung, tapi di seluruh kabupaten/kota. Kami sudah punya daftar wilayah yang menjadi perhatian untuk ditindaklanjuti,” jelasnya.

Sebelum turun ke lapangan, tim Pansus TRAP selalu melakukan koordinasi di kantor DPRD Bali, sekaligus mengkaji laporan masyarakat yang masuk. Mereka juga membentuk tim khusus yang bertugas menelusuri laporan-laporan tersebut. Bila hasil kajian menunjukkan indikasi pelanggaran, barulah tim diterjunkan untuk melakukan pemeriksaan di lapangan.

Selain di Badung, pelanggaran berat juga ditemukan di kawasan Canggu, Kabupaten Badung bagian utara. Menurut Dewa Rai, banyak pihak yang hanya berbekal OSS dan NIB langsung melakukan pembangunan tanpa melengkapi syarat-syarat lain. “Begitu kami temukan, kami langsung turun dan memberikan rekomendasi tegas,” ujarnya.

Penertiban juga dilakukan di Buleleng, di mana ditemukan pembangunan di salah satu kawasan hutan desa. Proyek tersebut akhirnya ditutup. Kasus serupa juga terjadi di Hotel Amankila, Karangasem, yang ditemukan melakukan pelanggaran tata ruang. Sementara di Klungkung, Pansus TRAP ikut menangani polemik pembangunan lift kaca di Pantai Kelingking yang menimbulkan sorotan publik.

Yang lebih sensitif, kata Dewa Rai, adalah pelanggaran yang terjadi di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura). Menurutnya, kasus di Tahura ini tergolong aneh dan serius karena undang-undang telah melarang segala bentuk aktivitas di kawasan tersebut.

“Bahkan menebang sedikit saja tidak boleh. Tahura ini penting karena berfungsi sebagai daerah resapan air. Kalau sampai diganggu, dampaknya bisa serius, seperti banjir yang sempat terjadi kemarin,” ungkapnya.

Tak hanya itu, Pansus TRAP juga tengah menyoroti persoalan 106 sertifikat tanah yang dinilai janggal karena berada di kawasan kehutanan. “Saya katakan lucu dan aneh, karena sudah jelas sejak tahun 1999 kawasan tersebut masuk wilayah kehutanan dan tidak boleh ada Sertifikat Alas Hak Milik (SAM) di sana,” katanya.

Ia juga mempertanyakan argumentasi pihak BPN Provinsi Bali yang menyebut penerbitan sertifikat itu sudah sesuai aturan. “Mereka bilang acuannya dari RTRW kabupaten dan kota, padahal RTRW daerah harus mengacu pada RTRW provinsi, bukan sebaliknya. Aturan di bawah tidak boleh mendahului aturan yang lebih tinggi,” tegasnya.

Dewa Rai menekankan, Pansus TRAP akan terus mengawasi dan menertibkan setiap pelanggaran tata ruang yang terjadi di Bali. Kesalahan prosedur dalam perizinan, menurutnya, harus disikapi serius agar tidak menjadi preseden buruk bagi penataan ruang di masa mendatang.

“Sekarang di Bali masih banyak kasus seperti itu. Kami sudah punya daftar lokasi-lokasi yang akan diumumkan ke publik dan mana yang tidak. Hal ini sangat mendesak. Kalau sidak seperti ini tidak terus dilakukan, ke depan pelanggaran tata ruang akan semakin parah,” ujarnya.

Saat ini, Pansus TRAP telah memegang daftar prioritas puluhan lokasi pelanggaran yang siap ditindaklanjuti dalam waktu dekat. Namun, Dewa Rai menegaskan bahwa tidak semua kasus akan langsung dibongkar. Pihaknya tetap melihat konteks di lapangan.

“Kalau bangunan sudah terlanjur berdiri, kami beri kesempatan untuk menyesuaikan dengan aturan yang berlaku. Tapi jika tidak bisa menyesuaikan, maka tidak ada alasan, no excuse, tidak ada kata maaf bagi pelanggaran tata ruang di Bali,” pungkasnya.

Share:

Kategori

Arquivo do blog

Definition List

Support