Denpasar (aspirasibali.my.id)
Pemerintah Provinsi Bali bersama Pemerintah Kabupaten Klungkung resmi mengambil langkah paling tegas terhadap pembangunan Lift Kaca (Glass Viewing Platform) di Pantai Kelingking, Desa Bunga Mekar, Nusa Penida. Proyek milik PT Indonesia Kaishi Tourism Property Investment Development Group itu dinyatakan melanggar sejumlah aturan fundamental terkait tata ruang, lingkungan, hingga perizinan. Keputusan diambil sebagai tindak lanjut atas Rekomendasi DPRD Provinsi Bali Nomor B.08.500.5.7.15/31529/PSD/DPRD.
Pengumuman ini disampaikan dalam konferensi pers di Jaya Sabha, Minggu (23/11/2025), dipimpin langsung Gubernur Bali Wayan Koster bersama Ketua Pansus TRAP DPRD Bali Made Supartha, Kepala Satpol PP Bali Dewa Dharmadi, serta Bupati Klungkung I Made Satria. Di hadapan media, Gubernur Koster memaparkan sepuluh pelanggaran berat yang dilakukan dalam pembangunan fasilitas wisata tersebut—sekalian menegaskan rekomendasi penghentian dan pembongkaran total seluruh bangunan.
Gubernur Koster dengan nada tegas menuturkan bahwa pemerintah mendukung investasi berkualitas yang taat aturan, ramah lingkungan, dan sejalan dengan budaya Bali. Namun terhadap investasi yang merusak alam, mengacaukan tata ruang, atau mengabaikan aturan, pemerintah akan mengambil langkah keras tanpa kompromi.
Koster juga mengapresiasi kinerja Pansus TRAP DPRD Bali yang dinilai bekerja cermat dan komprehensif dalam mengungkap seluruh pelanggaran proyek tersebut. Pemerintah Provinsi secara resmi menyatakan mendukung penuh rekomendasi pansus.
Bupati Klungkung I Made Satria menegaskan bahwa pihaknya sepenuhnya mendukung langkah Pemprov Bali. Ia memastikan Pemkab Klungkung siap mengamankan seluruh kebijakan terkait penertiban proyek ilegal tersebut.
Proyek lift kaca tersebut tercatat berdiri pada tiga wilayah berbeda:
Wilayah A
Daratan bagian atas jurang (HM, HP, HPL) – lokasi loket tiket seluas 563,91 m², di bawah kewenangan Pemkab Klungkung.
Harus mematuhi Perda RTRWP Bali No. 3/2020 dan RTRWK Klungkung No. 1/2013.
Wilayah B
Daratan bagian jurang pada Alas Hak Tanah Negara – kewenangan pemerintah pusat/Pemprov Bali.
Wilayah C
Area pantai dan perairan pesisir – kewenangan Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Pemprov Bali.
Tiga bangunan utama telah berdiri:
1. Loket tiket (563,91 m²)
2. Jembatan layang 42 meter
3. Lift kaca, restoran, dan pondasi bore pile seluas 846 m² dengan ketinggian konstruksi sekitar 180 meter.
DPRD Bali mengidentifikasi lima pelanggaran besar, antara lain:
1. Pelanggaran Tata Ruang
– Bangunan 846 m² dengan ketinggian 180 meter berada di sempadan jurang tanpa rekomendasi gubernur.
– Fondasi jembatan dan lift berada di area pantai dan pesisir tanpa rekomendasi gubernur dan tanpa KKPRL dari KKP.
2. Tidak Ada Kajian Kestabilan Tebing
Sangat berisiko secara geologis dan keselamatan.
3. Tidak Ada Validasi KKPR untuk PMA
Padahal perusahaan berstatus penanaman modal asing.
4. Pelanggaran Lingkungan
– Tidak memiliki izin lingkungan untuk PMA.
– Hanya berbekal rekomendasi UKL–UPL dari DLH Klungkung.
– Berdasarkan PP 5/2021, pelanggaran ini wajib dikenai sanksi paksaan pembongkaran.
5. Pelanggaran di Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida
– Pondasi beton dibangun di zona perikanan berkelanjutan/subzona perikanan tradisional.
– Fasilitas wisata dilarang berdiri di zona tersebut.
Selain itu, proyek dinilai mengubah keaslian DTW Kelingking dan bertentangan dengan Perda Bali No. 5 Tahun 2020 tentang Kepariwisataan Budaya Bali, sehingga memiliki konsekuensi pidana.
DPRD Provinsi Bali mengeluarkan empat rekomendasi pokok:
1. Menghentikan seluruh kegiatan pembangunan.
2. Menutup dan membongkar seluruh konstruksi.
3. Seluruh biaya pembongkaran menjadi tanggung jawab perusahaan.
4. Jika perusahaan tidak melaksanakan dalam batas waktu, pemerintah akan mengambil alih pembongkaran.
Menindaklanjuti rekomendasi tersebut, Pemprov Bali mengeluarkan tiga keputusan tegas:
1. Menghentikan seluruh kegiatan proyek.
2. Memerintahkan perusahaan melakukan pembongkaran total dalam waktu 6 bulan.
3. Memerintahkan pemulihan fungsi ruang dalam waktu 3 bulan setelah pembongkaran selesai.
Jika perusahaan tidak menaati ketentuan itu, Pemprov Bali bersama Pemkab Klungkung akan mengambil alih seluruh proses pembongkaran dan penegakan hukum.







0 comments:
Posting Komentar