Tabanan (aspirasibali.my.id)
Kawasan Jatiluwih kembali menjadi sorotan. Setelah ditetapkan UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia pada 2012 dan meraih predikat Desa Terbaik Dunia versi UN Tourism 2024, desa ini kini dipantau ketat oleh Panitia Khusus Tata Ruang dan Aset Pemerintah (Pansus TRAP) DPRD Bali.
Pemicunya jelas: lahan sawah yang menyempit akibat alih fungsi menjadi bangunan beton, sebuah tren yang dianggap mengancam identitas budaya Bali dan menggerus daya tarik utama Jatiluwih—hamparan sawah subak yang menjadi magnet wisatawan mancanegara.
Dalam kunjungan lapangannya, Pansus TRAP menegaskan bahwa pengawasan ini bukan bentuk anti-pembangunan, melainkan langkah penyelamatan ruang hidup, warisan budaya, dan kemandirian ekonomi warga.
“Wisatawan datang untuk melihat hamparan sawah, subak, dan budaya Bali. Bukan beton. Pansus hadir agar masyarakat dapat manfaat ekonomi yang lebih besar dan tetap bangga pada desanya—bukan hanya menjadi penonton,” tegas jajaran Pansus TRAP.
Langkah ini sejalan dengan visi pembangunan Bali yang menempatkan desa sebagai pusat pertumbuhan serta mendorong peningkatan kesejahteraan melalui berbagai program, termasuk Satu Keluarga Satu Sarjana.
Sebagai desa wisata berkelas dunia, Jatiluwih diarahkan memiliki model pengembangan berbasis budaya dan kesejahteraan masyarakat. Pansus TRAP mendorong penataan ulang pemanfaatan ruang dengan konsep yang memberi ruang lebih besar bagi warga sebagai pelaku utama pariwisata.
Dalam konsep penataan yang diusulkan:
•Rumah penduduk akan ditata menjadi homestay berstandar internasional.
•Dibangun restoran khas desa dengan kuliner lokal yang higienis dan bercita rasa Bali.
•Pengelolaan wisata dilakukan oleh masyarakat, bukan didominasi investor besar.
Bahkan, Pansus mendorong paket aktivitas sawah untuk meningkatkan pendapatan petani, seperti:
1. Manyi
2. Metekap
3. Nandur
4. Mandi lumpur
5. Menangkap belut
6. Trekking sawah
7. Piknik di tengah sawah (kubu kandang sapi)
Ruang pertanian organik juga akan dimanfaatkan sebagai jalur wisata edukatif, termasuk coaching clinic pertanian, atraksi membajak sawah dengan sapi, panen massal “spingan”, hingga penyajian kuliner khas petani seperti lawar lindung, klipes goreng, pepes jubel, blauk, dan lainnya.
“Dengan model ini, ekonomi naik, budaya tetap terjaga, dan Jatiluwih tidak kehilangan identitasnya,” ujar Ketua Pansus TRAP DPRD Bali, Dr (C) Made Supartha, S.H., M.H.
Sebagai penjaga utama bentang alam Jatiluwih, petani mendapat perhatian khusus. Pansus menggarisbawahi sejumlah dukungan konkret:
•Penyediaan benih dan pupuk
•Perbaikan dan penguatan sistem irigasi
•Evaluasi pajak pertanian
•Asuransi pertanian
•Penguatan Subak sebagai sistem sosial-agraris Bali
Semua langkah ini dilakukan agar petani tetap produktif dan tidak tergoda menjual lahan—sebuah dilema yang selama ini menggerus bentang sawah Bali.
Dengan statusnya sebagai Warisan Dunia dan Desa Terbaik Dunia, Jatiluwih bukan hanya milik masyarakat Tabanan, melainkan wajah Bali di mata dunia.
Pansus TRAP menegaskan komitmennya:
•Penataan ruang diperketat
•Pelanggaran akan ditindak tegas
•Masyarakat menjadi pusat ekonomi, bukan korban pembangunan
•Sawah tetap lestari, budaya tetap hidup
“Kami ingin Jatiluwih tetap menjadi ikon dunia. Sawahnya lestari, budayanya hidup, rakyatnya sejahtera,” tutup Pansus TRAP.







0 comments:
Posting Komentar