Ruang Ekspresi dari Bali

Sabtu, 22 November 2025

Hanura Jembrana Perkuat Struktur dengan 75% Advokat, Agus Sanjaya Targetkan Kembalinya Kejayaan Hanura di Bumi Makepung

Foto: Ketua DPC Partai Hanura Jembrana, I Gede Agus Sanjaya.

Denpasar (aspirasibali.my.id)

Ketua DPC Partai Hanura Jembrana, I Gede Agus Sanjaya, menegaskan kesiapannya membawa kembali kejayaan Hanura di daerah yang pernah menempatkan partai tersebut pada posisi satu fraksi lebih di DPRD. Pernyataan itu ia sampaikan dalam Musyawarah Cabang (Muscab) DPC Hanura se-Bali, Jumat, 21 November 2025, di Inna Bali Heritage Hotel, Denpasar.

“Kalau Jembrana berbeda. Izinkan saya menjelaskan pekerjaan besar yang saya emban sampai hari ini, di mana Partai Hanura masih memberikan amanah kepada saya untuk memikul tanggung jawab sebagai Ketua DPC Kabupaten Jembrana,” ujarnya mengawali paparan.

Agus Sanjaya mengungkapkan dirinya telah tiga periode menjadi anggota DPRD Jembrana dan kembali mendapat amanah pada 2019. Selain itu, ia juga berprofesi sebagai advokat. Kondisi ini memengaruhi arah desain struktur Hanura Jembrana ke depan. “Karena itu, dalam struktur yang kami rancang ke depan, sekitar 75% kader yang akan kami tempatkan adalah advokat,” katanya.

Menurutnya, keputusan tersebut bukan tanpa alasan. Banyak persoalan di Jembrana dianggap berhubungan langsung dengan aspek hukum, sehingga kehadiran para advokat dirasa penting untuk menjawab kebutuhan masyarakat. “Setiap langkah pembangunan selalu berhubungan dengan peristiwa hukum. Karena itu, kami menyiapkan program real bekerja sama dengan para advokat yang jumlahnya mencapai 75% dalam struktur,” terangnya.

Di tingkat PAC kecamatan, hampir seluruh personel juga diisi advokat. Hanura Jembrana bahkan menyiapkan pembentukan lembaga bantuan hukum gratis untuk masyarakat, sebagai bentuk komitmen mewujudkan pelayanan politik yang berdampak langsung.

Ia juga menegaskan bahwa strategi politik 2029 harus diarahkan pada penguatan kapasitas legislasi melalui kader yang kompeten. “Di DPRD ada tiga fungsi utama: budgeting, pengawasan, dan legislasi. Fungsi legislasi menentukan arah kebijakan kabupaten, pasal demi pasal, titik dan komanya. Karena itu, kami ingin mempersiapkan kader-kader yang mampu dan layak duduk di DPRD Kabupaten Jembrana,” tegasnya.

Agus Sanjaya berkomitmen mengembalikan kejayaan Hanura di Jembrana. “Itulah cita-cita saya dalam membesarkan kembali Partai Hanura di bawah kepemimpinan Bapak Ketua DPD, Bapak Gede Wirajaya Wisna, dan Sekjen saat ini. Kami ingin mengembalikan kejayaan Jembrana dan merebut kembali kursi demi kursi di daerah ini,” pungkasnya.

Share:

Bupati Badung Rancang Transformasi Pasar Beringkit Jadi Mall Modern, Ketua DPC Hanura Badung Witama Ingatkan Pentingnya Modernisasi Pasar Hewan

Foto: Ketua DPC Hanura Badung, Wayan Witama.

Badung (aspirasibali.my.id)

Upaya memperkuat identitas Kota Mangupura terus digencarkan Bupati Badung, Wayan Adi Arnawa. Salah satu langkah strategis yang kini digaungkan adalah rencana ambisius mengubah Pasar Beringkit menjadi mall modern lengkap dengan fasilitas bioskop. Menurut Adi Arnawa, transformasi ini bukan sekadar proyek pembangunan fisik, melainkan bagian dari visi jangka panjang menjadikan Mangupura sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, sosial, dan budaya yang lebih maju dan dinamis.

Adi Arnawa menilai revitalisasi Pasar Beringkit dapat menjadi simbol semangat baru Mangupura dalam memperkuat karakter kotanya. Dengan menghadirkan fasilitas modern, ia yakin Mangupura akan semakin hidup sebagai pusat aktivitas warga, sekaligus meningkatkan daya tarik komersial dan rekreatif. Ia menegaskan bahwa pembangunan ini tetap diselaraskan dengan filosofi Mangupura sebagai kota yang tidak hanya berperan sebagai pusat pemerintahan, tetapi juga ruang hidup masyarakat yang memadukan tradisi dan modernitas.

Bupati menekankan bahwa pedagang tradisional Pasar Beringkit tidak akan ditinggalkan. Mereka dijanjikan tetap dilibatkan dalam proses revitalisasi agar identitas lokal dan aktivitas ekonomi yang sudah terbangun sejak lama tetap terjaga.

Menanggapi rencana tersebut, Ketua DPC Hanura Badung, Wayan Witama, memberikan pandangannya. Ia menilai modernisasi memang diperlukan, tetapi arah pengembangan Pasar Beringkit juga harus mempertimbangkan potensi besar sektor peternakan di Badung. “Kami akan menjalin kerja sama dengan masyarakat dan pemerintah. Misalnya dalam pengembangan sektor peternakan. Nanti bagaimana usulan Bupati Badung yang ingin mengubah Pasar Beringkit menjadi Mall,” ujarnya.

Witama mengingatkan agar revitalisasi tidak mematikan fungsi dasar pasar hewan yang sudah melekat di Pasar Beringkit selama bertahun-tahun. “Ini jangan sampai seperti itu. Tetapi justru agar dibuatkan suatu modernisasi pasar hewan, seperti ada konsep one-stop shopping yang diterapkan di Inggris, sehingga transaksi bisa dilakukan termasuk live order,” katanya.

Menurutnya, konsep pasar hewan modern tidak hanya mempertahankan identitas Pasar Beringkit, tetapi juga mampu meningkatkan nilai ekonomi untuk masyarakat. Ia menilai Badung bahkan dapat bekerja sama dengan DPC Hanura di daerah lain untuk memusatkan distribusi hewan dari berbagai wilayah, sehingga Pasar Beringkit menjadi sentra perdagangan hewan yang lebih kuat dan terorganisir.

 “Dengan demikian, pasar hewan akan berkembang lebih modern dan memberikan keuntungan bagi masyarakat,” tutupnya.

Share:

Perkuat Basis Politik di Daerah Padat Kompetisi, Ketua DPC Hanura Badung Witama: Fokus Perkuat Ekonomi Rakyat dan Pelestarian Budaya

Foto: Ketua DPC Partai Hanura Badung, Wayan Witama saat memberikan pemaparan di acara Musyawarah Cabang (Muscab) DPC Partai Hanura se-Bali, Jumat, 21 November 2025.

Denpasar (aspirasibali.my.id)

Ketua DPC Partai Hanura Badung, Wayan Witama, memaparkan strategi dan program kerja untuk memperkuat posisi Hanura di wilayah Badung yang dikenal sebagai daerah dengan kompetisi politik sangat ketat. Hal tersebut disampaikan dalam Musyawarah Cabang (Muscab) DPC Partai Hanura se-Bali, Jumat, 21 November 2025, yang mengusung tema Nangun Sat Kerthi Loka Bali: “Daerah Berdaya Indonesia Sejahtera” di Inna Bali Heritage Hotel, Jalan Veteran, Denpasar.

Menurut Witama, Badung merupakan daerah yang sudah padat oleh kekuatan partai-partai besar sehingga membutuhkan strategi khusus untuk memperluas dukungan. “Pertama, kami melihat bahwa Badung merupakan daerah yang sudah padat dengan kekuatan partai-partai besar. Artinya, tidak mudah bagi kita untuk langsung menang begitu saja. Kita membutuhkan waktu dan strategi yang tepat,” ujarnya.

Untuk menjawab tantangan tersebut, Hanura Badung menyiapkan berbagai program unggulan yang dirancang sebagai community-based program, dengan fokus pada keterlibatan langsung masyarakat. “Program ini akan berbasis masyarakat, mulai dari sektor pertanian, peternakan, hingga keuangan. Kami ingin membangun pendekatan kegiatan yang melibatkan masyarakat langsung,” jelasnya.

Salah satu program yang akan diwujudkan ialah pendirian koperasi Hanura “Hati Nurani Rakyat” dengan modal kecil di setiap kecamatan hingga desa. Witama berharap koperasi tersebut mampu menggerakkan ekonomi masyarakat dan memberi dampak nyata bagi kesejahteraan warga.

Sebagai wilayah pariwisata, Badung juga memiliki potensi besar untuk sinergi ekonomi kreatif dan pelaku usaha. “Badung adalah daerah pariwisata. Karena itu, kami ingin menggandeng pelaku UKM serta pemilik hotel untuk membuat program ekspedisi produk. Badung sebagai kawasan sustainable tourism memiliki potensi besar untuk meningkatkan pendapatan daerah, dan kami harap program ini bisa memberikan kontribusi positif, termasuk bagi Hanura Bali,” ujarnya.

Hanura Badung juga menyiapkan program pelestarian budaya melalui kerja sama dengan masyarakat adat dan banjar-banjar yang memiliki kelompok seni. Witama mencontohkan rencana menghubungkan sanggar tari dengan hotel-hotel di Badung agar para penari muda mendapat ruang tampil sekaligus penghasilan. “Mudah-mudahan ini bisa menjadi ikon baru bagi Hanura di Bali,” tambahnya.

Terkait target suara di Pemilu 2029, Witama menegaskan dukungan penuh bagi siapa pun kader Hanura yang maju dari Badung. “Kami ingin hadir langsung di masyarakat, membantu warga kurang mampu, mengunjungi warga yang sakit, dan bekerja sama dengan rumah sakit untuk memberikan solusi terbaik,” katanya.

Secara rutin, DPC Hanura Badung juga akan menggelar program pengobatan gratis setiap tiga bulan yang dapat diikuti masyarakat luas melalui live streaming yang menghubungkan Badung dan Bali. Seluruh program akan digerakkan bersama PAC serta struktur organisasi di tingkat bawah. Witama berharap langkah ini dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat dan memperkuat kepercayaan publik terhadap Partai Hanura.

“Program-program ini akan dijalankan bersama PAC dan seluruh struktur yang ada. Mudah-mudahan dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat dan menyentuh hati nurani mereka. Itulah program yang kami siapkan,” pungkasnya.

Share:

Jumat, 21 November 2025

Ida Bagus Kiana Ingatkan Etika Politik dan Persatuan Internal Jadi Kunci Kebangkitan Hanura Bali

Foto: Ketua Dewan Penasehat DPD Hanura Bali, Ida Bagus Kiana, SH., saat menghadiri Musyawarah Cabang (Muscab) DPC Partai Hanura se-Bali, pada Jumat, 21 November 2025, di Inna Bali Heritage Hotel, Jalan Veteran, Denpasar.

Denpasar (aspirasibali.my.id)

Ketua Dewan Penasehat DPD Hanura Bali, Ida Bagus Kiana, SH., menilai Muscab serentak Hanura Bali kali ini bukan hanya menandai konsolidasi organisasi, tetapi juga menunjukkan perubahan kultur politik di tubuh partai. Ia menekankan bahwa perkembangan pesat organisasi di bawah kepemimpinan Gde Wirajaya Wisna merupakan sinyal kuat bahwa Hanura Bali memasuki fase baru yang lebih solid dan realistis dalam menatap Pemilu 2029.

Pernyataan ini disampaikan Ida Bagus Kiana saat menghadiri Musyawarah Cabang (Muscab) DPC Partai Hanura se-Bali, yang mengusung tema Nangun Sat Kerthi Loka Bali: “Daerah Berdaya Indonesia Sejahtera,” pada Jumat, 21 November 2025, di Inna Bali Heritage Hotel, Jalan Veteran, Denpasar,

Menurutnya, kelengkapan struktur mulai dari tingkat DPC hingga PAC adalah capaian yang tidak terbayangkan sebelumnya. “Kami benar-benar tidak menyangka perkembangan organisasi bisa sedemikian pesat. Kami salut dengan pola kepemimpinan ini, mungkin karena kesederhanaannya, kedekatannya dengan masyarakat, dan pengaruhnya yang terasa kuat,” ujarnya.

Di tengah dinamika politik yang kian dipengaruhi informasi digital, Ida Bagus Kiana mengingatkan pentingnya sikap dewasa dalam menyikapi berbagai isu. Ia menegaskan agar kader tidak mudah terprovokasi oleh informasi yang tidak jelas sumbernya karena hal itu kerap memicu gesekan antartokoh politik.

Ia juga menggarisbawahi pentingnya etika dan objektivitas dalam berpolitik. “Kalau sesuatu memang benar, katakan benar. Kalau kurang bagus, akui. Introspeksi diri itu penting. Mengkritik pun harus bijak, bukan sekadar mencari kesalahan,” tegasnya.

Menyoroti komposisi kepengurusan baru yang memadukan senior berpengalaman dengan generasi muda, termasuk hadirnya Ketua DPC Hanura Klungkung berusia 24 tahun, Ida Bagus Kiana menilai perpaduan ini sebagai peluang besar. Namun ia mengingatkan bahwa kekuatan itu hanya akan efektif jika persatuan dijaga.

“Yang terpenting, pengurus harus menjaga persatuan antara senior dan junior. Justru sekarang banyak tokoh dari partai lain bergabung. Ini menunjukkan peluang besar bagi Hanura untuk berkembang,” katanya.

Ia menekankan bahwa motivasi berorganisasi harus berangkat dari kehormatan dan tanggung jawab, bukan keuntungan pribadi. “Kalau fokusnya hanya apa yang bisa didapat dari partai, itu akan sulit. Minimal ada rasa kehormatan ketika dipercaya duduk di kepengurusan provinsi,” ujarnya.

Terkait prospek Pemilu 2029, Ida Bagus Kiana menegaskan bahwa peningkatan kursi adalah target yang sangat mungkin dicapai, tetapi harus dengan pendekatan realistis. Dari posisi enam kursi saat ini, ia menilai peluang Hanura Bali mencapai sembilan hingga sepuluh kursi masih terbuka.

“Mengejar capaian dulu yang sempat 17 kursi mungkin sulit, tetapi enam menuju sembilan atau sepuluh kursi masih realistis. Jangan ngomong muluk-muluk, politik itu persaingannya berat,” tegasnya.

Sementara itu, Ketua DPD Hanura Bali, Gde Wirajaya Wisna, menegaskan bahwa konsolidasi organisasi saat ini dibangun bukan untuk sesaat, melainkan untuk memastikan partai bekerja setiap hari, bukan hanya menjelang pemilu.

Ia menyampaikan bahwa struktur DPD yang baru disahkan oleh DPP terdiri atas 57 orang, memadukan tokoh senior, kader muda energik, perempuan, pelaku budaya, hingga pekerja lapangan.

“Ini bukan sekadar jumlah, tetapi simbol kesiapan kita membawa energi perubahan bagi Bali,” ujarnya.

Wirajaya Wisna juga menekankan pentingnya kedisiplinan politik, kerja nyata, serta kehadiran partai di tengah masyarakat. “Kita mungkin tidak paling besar, tetapi bisa menjadi yang paling kuat. Kita mungkin tidak paling kaya, tetapi kita paling setia. Kita mungkin tidak paling bising, tetapi kita paling bekerja,” pungkasnya.

Share:

Rabu, 19 November 2025

Memaknai Yadnya Sebagai Esensi Ketulusan di Tengah Menguatnya Gengsi Upacara, Ketua PHDI Bali: Kanistan Bukan Rendah Justru Pokok Dari Yadnya

Foto: Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali, I Nyoman Kenak.

Denpasar (aspirasibali.my.id)

Yadnya dalam ajaran Hindu merupakan persembahan suci yang dilaksanakan secara tulus ikhlas berdasarkan dharma, dengan tujuan menghadirkan kesejahteraan dan kesempurnaan hidup bersama. Secara etimologis, istilah “yadnya” berasal dari bahasa Sanskerta “yaj”, yang berarti memuja, mengorbankan, atau berkorban. Konsep ini tidak hanya terwujud melalui rangkaian upacara keagamaan, tetapi juga melalui tindakan-tindakan sederhana dalam kehidupan sehari-hari. Dalam tradisi Hindu, yadnya dibagi menjadi lima jenis utama yang dikenal dengan Panca Yadnya.

Dalam pelaksanaannya, unsur ketulusan atau satwika menjadi landasan utama. Yadnya idealnya dilakukan sesuai kemampuan tanpa tekanan, keterpaksaan, atau dorongan gengsi. Ketika unsur-unsur tersebut mendominasi, esensi yadnya justru kabur dan makna filosofisnya berkurang.

Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali, I Nyoman Kenak, menegaskan pentingnya memahami ketiga tingkatan upacara yadnya yang dikenal dalam tradisi Bali: nista, madya, dan utama. Menurutnya, tingkatan nista atau kanistan kerap disalahpahami sebagai sesuatu yang rendah, padahal justru menjadi dasar atau pokok dari pelaksanaan yadnya.

“Upacara tingkatan kanistan bukan berarti sesuatu yang buruk; justru kanistan berarti pokok atau dasar. Banten atau sarana yang digunakan dapat disesuaikan, misalnya cukup dengan pejati, soda, atau rayunan, sesuai kemampuan,” ujarnya.

Ia menambahkan, di tengah kehidupan masyarakat modern, gengsi dalam pelaksanaan yadnya semakin terasa. Padahal, kanistan, madya, dan utama memiliki peran masing-masing sesuai kemampuan umat. Kanistan sendiri bukanlah tingkatan yang dianggap kurang, tetapi inti dari sebuah yadnya.

Dalam penjelasannya, I Nyoman Kenak mengibaratkan tingkatan upacara seperti berpakaian. Pakaian pokok cukup kaos dalam dan kemeja, sementara jas hanya tambahan. Demikian pula dalam yadnya, unsur utama adalah banten pokok seperti byakaonan, byakala, soda, dan rayunan. Unsur tambahan seperti tumpeng solas atau udel kurenan berfungsi sebagai pelengkap, bukan kewajiban.

"Seperti pakaian pokok yang hanya memerlukan kaos dalam dan kemeja, sementara jas hanyalah tambahan untuk tampilan. Demikian pula dalam upacara, yang terpenting adalah unsur pokoknya, banten bayakaonan, byakala, soda, rayunan. Tambahan seperti tumpeng solas atau udel kurenan bersifat pelengkap, bukan kewajiban," terangnya.

Menurutnya, pemahaman ini perlu terus digiatkan agar umat tidak terjebak dalam tuntutan sosial atau kebiasaan yang memperbesar biaya dan gengsi. Sosialisasi yang berkelanjutan dinilai penting untuk mengingatkan kembali bahwa inti yadnya adalah ketulusan, kesederhanaan, dan kemampuan masing-masing umat.

"Sosialisasi perlu terus dilakukan agar umat tidak terjebak dalam gengsi, tetapi kembali pada esensi yadnya: tulus, sederhana, dan sesuai kemampuan,"pungkasnya.

Dengan pemahaman tersebut, pelaksanaan yadnya diharapkan kembali kepada esensinya: memperkuat spiritualitas tanpa dibebani keharusan yang melampaui kemampuan, serta menjaga makna suci yadnya tetap hidup di tengah masyarakat Bali.

Share:

Rahajeng Galungan lan Kuningan

Rahajeng Galungan lan Kuningan. Semoga vibrasi suci hari raya ini menuntun kita untuk selalu berada di jalan kebenaran dan menjaga keseimbangan hidup sesuai nilai-nilai Dharma. Damai, bahagia, dan harmonis selalu menyertai.

Share:

Senin, 17 November 2025

Invasi Akomodasi Ilegal Ancam Ketertiban Bali, Tokoh Masyarakat IB Putu Madeg Serukan Penguatan Peran Desa Adat



Foto: Tokoh masyarakat, Ida Bagus Putu Madeg, S.H., M.H. (tengah-tengah)

Denpasar (aspirasibali.my.id)

Desa adat sebagai benteng utama pelestarian adat dan budaya Bali kini menghadapi tantangan serius di tengah derasnya pembangunan akomodasi pariwisata ilegal. Masuknya investor tanpa mekanisme kontrol yang jelas membuat pengawasan berbasis kearifan lokal semakin terpinggirkan, sementara visi pembangunan Bali berbasis adat dan budaya dipertanyakan arah keberlanjutannya.

Dalam struktur adat, desa adat memiliki kemampuan dan kewenangan untuk mengatur wilayahnya melalui penetapan zona suci, pelindungan kawasan wewidangan, serta kontrol sosial yang efektif untuk menegur atau menghentikan aktivitas yang melanggar norma adat. Namun, efektivitas pengawasan ini bergantung pada sinergi dengan pemerintah agar pembangunan tidak keluar dari koridor budaya yang menjadi identitas Bali.

Tokoh masyarakat, Ida Bagus Putu Madeg, S.H., M.H., menegaskan bahwa desa adat sejak awal merupakan entitas otonom yang memiliki hak penuh mengatur wilayahnya. Ia menjelaskan bahwa dinamika politik dan pemerintahan telah menggeser posisi hukum adat yang sebelumnya menjadi acuan utama masyarakat.

 “Jika dahulu hukum adat menjadi acuan utama dalam kehidupan masyarakat, kini hukum pemerintahlah yang lebih dominan,” ujarnya. 

Padahal, menurutnya, hukum adat adalah pijakan yang ditaati masyarakat dalam urusan agama, sosial, dan tata kehidupan komunal.

Ketua Dewan Penasehat Forum Bela Negara (FBN) Republik Indonesia ini kemudian mengatakan bahwa hukum adat memang harus menyesuaikan perkembangan zaman, namun tidak boleh kehilangan akar tradisinya. Di tengah maraknya pembangunan vila dan akomodasi pariwisata lainnya, desa adat justru sering tidak dilibatkan.

 “Investor kerap masuk dengan dalih memiliki tanah yang akan dibangun, tanpa berkonsultasi dengan prajuru desa adat. Situasi ini berpotensi mengganggu kenyamanan masyarakat,” katanya.

Ida Bagus Putu Madeg, S.H., M.H., menekankan pentingnya keterlibatan tiga pihak dalam setiap investasi pariwisata di Bali, yakni investor, pemilik lahan, dan masyarakat desa adat. Tanpa kolaborasi itu, ia mengingatkan bahwa hubungan antara investor dan masyarakat adat dapat terganggu dan memicu kekacauan. Ia menyebutkan beberapa kasus yang pernah terdengar, termasuk di wilayah Ubud, di mana kehadiran tamu atau pendatang yang tidak memahami budaya lokal menimbulkan ketidaknyamanan hingga gesekan sosial.

Menurutnya, persoalan ini tidak bisa sepenuhnya dibebankan kepada pemerintah maupun dilepas kepada masyarakat pemilik lahan. Ia menilai perlunya koordinasi yang solid di masing-masing wilayah agar desa wisata berkembang secara sinkron. Dengan demikian, desa adat dapat maju bersama, investor dapat menjalankan usaha dengan nyaman, dan masyarakat memperoleh manfaat melalui peluang kerja maupun pemanfaatan lahan yang sebelumnya tidak produktif.

Ida Bagus Putu Madeg, S.H., M.H., juga menyoroti pentingnya memperkuat hubungan antara pemerintah pusat, daerah, dan desa adat. Ia menilai Dinas Pariwisata perlu aktif menanamkan pemahaman kepada para pelaku pembangunan tentang pentingnya menghormati hukum adat. Ketidakjelasan kesepakatan sejak awal, katanya, akan menimbulkan persoalan besar ketika bangunan sudah berdiri dan investasi terlanjur dikeluarkan, sehingga penyelesaiannya menjadi rumit.

Ia mengajak seluruh masyarakat Bali untuk menjaga keberlanjutan nilai adat sebagai identitas utama Pulau Dewata.

 “Siapa lagi yang menghargai hukum adat kalau bukan kita masyarakat Bali sendiri. Karena itu, marilah semeton Bali untuk bersama-sama menjaga Bali,” serunya. 

Ida Bagus Putu Madeg, S.H., M.H., mengingatkan bahwa tidak semua pendatang datang dengan niat baik, dan sebagian berpotensi menggerus keberadaan desa adat. Tanpa antisipasi yang kuat, ia khawatir budaya dan tradisi Bali yang dikagumi dunia bisa terkikis perlahan.

"Tidak semua pendatang datang dengan niat baik, ada pula yang berpotensi mengurangi keberadaan desa adat. Jika tidak diantisipasi, budaya dan tradisi yang selama ini dikagumi dunia bisa terkikis perlahan," pungkasnya.

Share:

Rabu, 12 November 2025

Panudiana Kuhn: Wisata Berkualitas Harus Dimulai dari Perbaikan Destinasi

Foto: Pengamat pariwisata, Panudiana Kuhn.

Denpasar (aspirasibali.my.id)

Pengamat pariwisata, Panudiana Kuhn, menegaskan bahwa konsep wisata berkualitas tidak bisa hanya diukur dari kemampuan belanja wisatawan. Menurutnya, sebelum menargetkan wisatawan berkualitas, Bali harus terlebih dahulu memperbaiki kualitas destinasi pariwisatanya sendiri.

“Kalau bicara wisata berkualitas, ini masih jadi perdebatan. Banyak yang mengartikan wisatawan berkualitas sebagai wisatawan yang punya pengeluaran tinggi dan menghormati budaya lokal. Tapi menurut kami dari kalangan dunia usaha, sebelum bicara soal kualitas wisatawan, kita harus memperbaiki dulu kualitas destinasi kita sendiri,” ujar Kuhn di Badung.

Ia menjelaskan, wisata berkualitas harus ditopang oleh infrastruktur yang tertata baik, lingkungan yang bersih, keamanan yang terjaga, dan pelayanan publik yang prima. Panudiana Kuhn menilai, layanan bandara, kemacetan lalu lintas, serta persoalan sampah di Bali masih perlu banyak dibenahi. “Kalau itu semua sudah diperbaiki, barulah kita bisa bicara soal wisatawan berkualitas,” tegasnya.

Sebagai contoh, Panudiana Kuhn menyoroti keseriusan Singapura dalam menggarap semua sektor pariwisata, termasuk wisata kesehatan. Negara tersebut mampu menarik hingga 18 juta wisatawan setiap tahun. “Orang rela berobat ke sana, meski biayanya tinggi. Kita sebenarnya juga punya rumah sakit internasional di Sanur, tapi belum banyak yang datang untuk berobat ke sana,” jelasnya.

Menurut Panudiana Kuhn, wisatawan berkualitas adalah mereka yang berpengeluaran tinggi dan menghormati budaya lokal. “Mereka menginap di hotel bintang lima, atau boutique hotel dengan tarif tinggi, bisa Rp10 juta, bahkan Rp50 juta per malam,” ujarnya. Namun, ia menyadari, karakter wisatawan di Bali masih sangat beragam, dari wisatawan kelas atas hingga backpacker dengan anggaran terbatas.

Ia mencontohkan kawasan Nusa Dua yang kini dikenal dengan nama ITDC (dulu BTDC) sebagai kawasan yang berhasil dikelola dengan konsep wisata premium. “Dari awal memang sudah ditata sebagai kawasan eksklusif dengan hotel-hotel bintang lima. Kalau di Singapura, hotel seperti itu tarifnya minimal Rp8,5 juta per malam, sementara di Bali masih jauh lebih murah. Lingkungannya bagus sekali, cocok untuk wisatawan yang benar-benar berkualitas,” ujarnya.

Meski begitu, Panudiana Kuhn menilai keberadaan wisatawan backpacker juga tidak bisa dihindari. “Di semua negara, termasuk Singapura, tetap ada segmen wisatawan murah seperti ini. Mereka juga punya peran tersendiri dalam dinamika pariwisata,” katanya.

Panudiana Kuhn mengakui bahwa penerapan konsep wisata berkualitas secara penuh masih sulit di Bali karena sistem pariwisata nasional yang terbuka untuk semua segmen wisatawan. “Kalau mau meniru negara yang hanya menerima turis tertentu, misalnya yang membayar mahal, itu susah diterapkan di sini. Kita tidak bisa menyeleksi tamu satu per satu. Begitu mereka bayar visa on arrival dan punya tiket pulang, mereka bisa langsung masuk,” ujarnya.

Ia menambahkan, jika sistem seleksi diperketat dengan menutup VOA, risikonya justru wisatawan enggan datang. “Negara pesaing kita banyak yang memberikan VOA gratis. Jadi kita harus berhati-hati dalam membuat kebijakan seperti itu,” imbuhnya.

Terkait kebijakan tourist levy atau Pungutan Wisatawan Asing (PWA) di Bali, Panudiana Kuhn menyebut gagasan tersebut sangat baik, namun pelaksanaannya perlu dievaluasi agar lebih efektif. “Targetnya bisa sampai Rp1 triliun, tapi realisasinya baru sekitar 36 persen. Salah satunya karena lokasi konternya di bandara kurang strategis, ada di bawah, setelah proses imigrasi dan bea cukai. Harusnya satu jalur dengan pembayaran VOA, biar turis bisa langsung bayar bersamaan,” ungkapnya.

Ia menambahkan, sistem pengelolaan dana PWA juga perlu dibuat lebih efisien. “Dulu sistemnya lewat BRI, dan katanya uang itu harus mengendap dulu enam bulan sebelum bisa digunakan. Tapi kalau uang Rp1 triliun mengendap enam bulan, kan lumayan juga bunganya. Jadi sebenarnya bisa diatur lebih efisien,” katanya.

Dalam konteks regional, Panudiana Kuhn menyoroti posisi Indonesia yang masih tertinggal dibanding negara-negara ASEAN lainnya dalam jumlah kunjungan wisatawan. “Sekarang Malaysia paling banyak kunjungan turisnya, sampai Oktober sudah 28 juta. Thailand tahun lalu mencapai 35 juta wisatawan. Singapura dan Vietnam juga tinggi, bahkan Vietnam sudah menyalip Indonesia,” ujarnya.

Sementara Indonesia baru mencatat sekitar 16 juta wisatawan, dan Bali sendiri menargetkan 6,5 hingga 7 juta wisatawan per tahun. “Masih perlu banyak pembenahan kalau mau mencapai kualitas dan jumlah wisatawan seperti negara tetangga,” ujarnya menegaskan.

Panudiana Kuhn kemudian menilai bahwa semua segmen wisatawan tetap penting bagi Bali, namun fokus pengembangan tetap harus diarahkan pada wisatawan yang menghargai budaya lokal dan memiliki kontribusi ekonomi yang besar. “Wisatawan berkualitas itu mereka yang tinggal di hotel bintang lima atau boutique hotel, pengusaha, selebritas, atau pejabat yang menghargai budaya Bali. Mereka ini biasanya juga menggunakan layanan premium seperti mobil Alphard dan punya kesadaran budaya tinggi,” katanya.

“Sedangkan wisatawan backpacker kebanyakan mahasiswa atau akademisi dengan anggaran terbatas. Jumlah mereka banyak, tapi kontribusinya tidak sebesar wisatawan kelas atas. Karena itu, impian untuk menjadikan Bali sebagai destinasi wisata berkualitas tetap perlu didukung dengan perbaikan infrastruktur, layanan, dan kebijakan yang tepat,” pungkas Panudiana Kuhn.

Share:

Senin, 10 November 2025

Konsulat-Jenderal Australia di Bali Resmikan Papan Nama Beraksara Bali Bersama Gubernur Koster: Simbol Persahabatan dan Penghormatan Budaya

Foto: Gubernur Bali Wayan Koster bersama Konsul-Jenderal Australia di Bali, Jo Stevens, saat meresmikan papan nama baru Konsulat-Jenderal Australia yang kini dilengkapi aksara Bali, pada Senin, 10 November 2025.

Denpasar (aspirasibali.my.id)

Hubungan erat antara Australia dan Bali kembali menorehkan jejak bersejarah. Pada Senin, 10 November 2025, Konsul-Jenderal Australia di Bali, Jo Stevens, bersama Gubernur Bali, Dr. Ir. Wayan Koster, secara resmi meresmikan papan nama baru Konsulat-Jenderal Australia yang kini dilengkapi aksara Bali.

Langkah ini menjadikan Konsulat-Jenderal Australia sebagai kantor diplomatik pertama di Bali yang menggunakan aksara daerah tersebut pada papan namanya — sebuah gestur simbolik yang sarat makna penghormatan terhadap budaya dan kearifan lokal Pulau Dewata.

Dalam sambutannya, Jo Stevens menegaskan bahwa Bali memiliki tempat istimewa di hati masyarakat Australia.

 “Bali adalah tempat yang istimewa bagi warga Australia karena kekayaan warisan dan budayanya. Dengan menambahkan aksara Bali pada papan nama kami, kami menunjukkan rasa hormat Australia yang mendalam terhadap masyarakat dan budaya Bali,” ujarnya.

Ia menambahkan, inisiatif ini juga merupakan bentuk dukungan simbolis dan nyata terhadap upaya Gubernur Koster dalam melestarikan budaya Bali, khususnya melalui kebijakan pelestarian aksara daerah.

 “Saya sangat senang Gubernur Koster hadir hari ini untuk meresmikan papan nama kami. Australia akan selalu menjadi sahabat dan mitra dekat bagi Bali,” tambahnya.

Sementara itu, Gubernur Wayan Koster menyampaikan apresiasi dan rasa terima kasih kepada Konsulat-Jenderal Australia atas langkah diplomatik yang peka terhadap nilai-nilai budaya lokal.

 “Terima kasih atas dukungan dan penghormatan Konsul-Jenderal terhadap kerja keras Pemerintah Provinsi Bali dalam melestarikan serta memajukan budaya Bali. Saya berharap kantor-kantor luar negeri lainnya dapat mencontoh Konsulat-Jenderal Australia,” ujar Koster.

Langkah ini selaras dengan Peraturan Gubernur Bali Nomor 80 Tahun 2018, yang mewajibkan penggunaan aksara Bali berdampingan dengan aksara Latin pada papan nama kantor pemerintahan. Meskipun gedung diplomatik biasanya dikecualikan dari aturan tersebut, keputusan Konsulat-Jenderal Australia untuk turut menggunakannya dinilai sebagai bentuk penghormatan dan kolaborasi budaya yang luar biasa.

Peresmian papan nama tersebut juga dihadiri oleh Wali Kota Denpasar, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, dan Kepala Dinas Kebudayaan Bali.

Acara berlangsung hangat, menggambarkan semangat persahabatan lintas negara yang berakar pada saling pengertian dan penghormatan terhadap tradisi.

Melalui langkah sederhana namun penuh makna ini, Australia menunjukkan bahwa diplomasi tidak hanya dibangun melalui politik dan ekonomi, tetapi juga melalui penghormatan terhadap bahasa, aksara, dan identitas budaya lokal.

Share:

Minggu, 09 November 2025

Pansus TRAP DPRD Bali Soroti Lemahnya Pemahaman OSS, Biang Kerok Pelanggaran Tata Ruang di Bali

Foto: Sekretaris Panitia Khusus (Pansus) Tata Ruang dan Aset Pemerintah (TRAP) DPRD Bali, Dewa Nyoman Rai.

Denpasar (aspirasibali.my.id)

Sekretaris Panitia Khusus (Pansus) Tata Ruang dan Aset Pemerintah (TRAP) DPRD Bali, Dewa Nyoman Rai, menyoroti persoalan Online Single Submission (OSS) yang disebutnya menjadi salah satu faktor utama maraknya pembangunan yang melanggar tata ruang di Bali. Ia menilai, masih banyak pihak, termasuk birokrat daerah, yang belum memahami secara utuh sistem OSS tersebut.

“Banyak yang belum paham mengenai OSS,” tegas Dewa Nyoman Rai saat diwawancarai di Gedung DPRD Bali, Jumat, 7 Oktober 2025 lalu.

Menurutnya, OSS seringkali disalahartikan sebagai izin langsung untuk membangun, padahal tidak demikian. “Mereka hanya sebatas mendaftar dan mendapatkan NIB (Nomor Induk Berusaha), padahal itu bukan berarti mereka langsung bisa membangun,” ujarnya.

Dewa Nyoman Rai menegaskan, setelah mendapatkan NIB dari pusat, investor tetap harus mengikuti aturan dan mekanisme perizinan di daerah. Di Bali, proses tersebut harus melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) sebagai lembaga yang menjadi ujung tombak pelayanan investasi di daerah. Selain itu, terdapat pula mekanisme PKKPR (Pemberitahuan Kesediaan Kegiatan Penataan Ruang) yang di bawahnya terdapat forum komunikasi penataan ruang kabupaten/kota.

“Forum ini seharusnya berkolaborasi erat dengan dinas-dinas teknis terkait,” jelasnya.

Ia mencontohkan, baik investor dalam negeri maupun asing, tidak bisa serta-merta membangun hanya bermodal OSS. “Mereka harus berkoordinasi dengan dinas teknis di daerah. Dinas perizinan, misalnya, harus tahu di mana investor akan membangun hotel atau properti lainnya,” katanya.

Menurut Dewa Nyoman Rai, setiap rencana pembangunan juga wajib dikonsultasikan dengan dinas lain seperti Dinas Pertanian dan Dinas Lingkungan Hidup, terutama jika berkaitan dengan kawasan sensitif seperti jalur hijau atau Lahan Sawah Dilindungi (LSD). “Kalau semua aspek ini sudah clear, barulah pembangunan bisa berjalan dengan aman dan sesuai aturan,” ujarnya menegaskan.

Namun demikian, ia menilai koordinasi dan kolaborasi antardinas selama ini masih lemah. “Kurang intens, kurang nyambung. Akibatnya, terjadi tumpang tindih kebijakan yang justru menyulitkan investor,” ungkapnya.

Dewa Nyoman Rai menegaskan, Bali sangat membutuhkan investasi, namun harus tetap berpedoman pada tata ruang dan aturan daerah. “Kita memerlukan investasi, tapi investasi yang betul-betul sesuai dengan jalur-jalur yang ada,” ucapnya.

Ia mengingatkan pentingnya proses Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) sebelum proyek pembangunan dimulai, khususnya untuk investor asing. Proses ini, katanya, harus mendapatkan izin dan persetujuan dari pemerintah setempat serta tokoh-tokoh masyarakat.

“Setidaknya, tokoh masyarakat harus tahu dan dilibatkan dalam proses perencanaan pembangunan. Karena hukum adat juga berperan besar di Bali,” ujarnya.

Dewa Nyoman Rai juga menyayangkan masih banyak kepala desa dan lurah yang tidak mengetahui adanya proyek di wilayahnya. “Beberapa kali saya turun ke daerah, saya tanya, ‘Pak Lurah kok tidak tahu?’ Jawabannya sering kali, ‘Pak, ini kan OSS dari pusat.’ Padahal OSS bukan berarti semua proses harus sentralistik dari pusat ke daerah,” ujarnya dengan nada prihatin.

Ia menekankan bahwa dinas teknis di daerah, termasuk kepala dinas terkait, harus aktif turun ke lapangan dan berkoordinasi dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN), Dinas Pertanian, serta instansi lain yang memahami karakter wilayah pembangunan. “BPN sangat tahu daerah mana yang bisa dibangun dan mana yang tidak,” tambahnya.

Sebagai langkah konkret, Dewa Nyoman Rai mengungkapkan bahwa Pansus TRAP DPRD Bali telah mengagendakan pertemuan dengan berbagai pihak terkait, baik dari kabupaten/kota maupun tingkat provinsi. Tujuannya, untuk memperkuat koordinasi dan memperjelas mekanisme investasi di Bali.

“Harapannya, apa yang menjadi tujuan para investor dalam menanamkan modal di Bali dapat berjalan sejalan dengan aturan yang berlaku, serta tetap menjaga tata ruang dan kearifan lokal di Pulau Dewata,” pungkas Dewa Nyoman Rai.

Share:

Kategori

Arquivo do blog

Definition List

Support