Ruang Ekspresi dari Bali

Sabtu, 18 Oktober 2025

Megawati Ingatkan Bali Bangun Kesadaran Lingkungan: “Bukan Alam yang Salah, Tapi Kita”

Foto: Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri.

Denpasar 

Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, mengingatkan seluruh masyarakat dan pemimpin di Bali untuk membangun kesadaran lingkungan yang lebih kuat. Pesan itu disampaikan melalui Djarot Saiful Hidayat dalam acara Konferensi Daerah dan Cabang PDIP Bali, sebagai refleksi atas bencana banjir bandang yang menelan 18 korban jiwa pada 10 September 2025 lalu.

Dalam sambutannya, Djarot membacakan pesan Megawati yang menyebut peristiwa tersebut sebagai “September Kelabu”, peringatan keras dari alam yang tak bisa diabaikan. Megawati menegaskan bahwa bencana itu bukan semata akibat cuaca ekstrem, tetapi cerminan dari kegagalan manusia dalam menjaga keseimbangan alam dan tata ruang.

“Bukan alam yang salah, tapi kita. Karena kita terlalu serakah dan lupa menjaga kearifan lokal,” tegas Megawati dalam pesannya.

Ia menyoroti maraknya alih fungsi lahan subur menjadi kawasan villa, hotel, dan perkantoran, yang membuat daya dukung lingkungan di Bali kian menurun. Menurutnya, kesalahan bukan hanya pada alam yang murka, melainkan pada manusia yang mengabaikan keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian.

Megawati menekankan, menjaga lingkungan bukan sekadar untuk keindahan, tetapi juga demi kedaulatan pangan, ketahanan air, dan masa depan generasi mendatang. Ia menyerukan agar setiap kebijakan pembangunan di Bali berlandaskan pada nilai-nilai kearifan lokal yang telah diwariskan leluhur.

 “Menjaga alam berarti menjaga kehidupan. Jangan sampai kita menyesal ketika tanah tak lagi subur, air tak lagi jernih, dan bencana datang silih berganti,” pesan Megawati.

Pesan tersebut menjadi pengingat penting di tengah forum partai yang dihadiri para kader dan kepala daerah PDIP se-Bali. Megawati berharap, seluruh elemen partai ikut menjadi pelopor dalam gerakan penyelamatan lingkungan dan tata ruang berkelanjutan di Pulau Dewata.

Dengan semangat itu, ia mengajak seluruh pemimpin daerah di Bali untuk kembali pada filosofi “Tri Hita Karana”, keseimbangan hubungan antara manusia, alam, dan Tuhan, sebagai fondasi pembangunan yang selaras dengan jiwa Bali.

Share:

Rabu, 15 Oktober 2025

Bupati Gus Par Lakukan Sidak ke Dua Puskesmas, Semprot Petugas Tak Disiplin

Foto: Bupati Karangasem I Gusti Putu Parwata.

Karangasem 

Bupati Karangasem I Gusti Putu Parwata kembali turun langsung ke lapangan. Kali ini, Bupati yang akrab disapa Gus Par melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke dua fasilitas pelayanan kesehatan, yakni Puskesmas Seraya dan Puskesmas Perasi, pada Selasa (14/10). Tujuannya satu: memastikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat berjalan cepat, ramah, dan profesional.

Sidak ini dilakukan sebagai tindak lanjut atas sejumlah keluhan masyarakat terkait kedisiplinan dan kualitas pelayanan di beberapa puskesmas. Bupati Gus Par menegaskan, sektor kesehatan merupakan garda terdepan pelayanan publik, sehingga petugas di lapangan harus menunjukkan dedikasi dan disiplin tinggi.

 “Tenaga kesehatan digaji untuk melayani masyarakat dengan sepenuh hati. Saya tidak ingin ada petugas yang abai terhadap tugasnya, karena kesehatan masyarakat adalah prioritas,” tegas Bupati Gus Par saat sidak di Puskesmas Seraya.

Dalam kunjungannya ke Puskesmas Seraya, Bupati Gus Par mendapati beberapa tenaga medis yang belum menunjukkan kedisiplinan kerja. Menanggapi hal itu, ia langsung memberikan teguran di tempat serta mengingatkan pentingnya tanggung jawab moral dan profesionalisme dalam menjalankan tugas pelayanan publik.

Tidak berhenti di situ, Bupati juga langsung menghubungi Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Karangasem untuk melakukan pembinaan terhadap tenaga medis yang dinilai tidak disiplin. Ia menegaskan bahwa disiplin dan etika pelayanan adalah cerminan kualitas pemerintahan daerah di mata masyarakat.

Usai dari Seraya, Bupati melanjutkan sidak ke Puskesmas Perasi. Di lokasi ini, ia memeriksa daftar kehadiran dokter dan tenaga medis, memastikan seluruh petugas hadir tepat waktu serta memberikan layanan sesuai jadwal yang ditetapkan.

 “Saya ingin seluruh tenaga kesehatan menjaga kedisiplinan. Jangan sampai masyarakat datang, tapi petugas belum siap memberikan pelayanan. Ini hal yang harus dibenahi bersama,” ujarnya.

Bupati Gus Par menegaskan bahwa sidak seperti ini akan terus dilakukan secara berkelanjutan dan acak untuk memastikan kualitas pelayanan publik benar-benar meningkat. Menurutnya, komitmen dan kedisiplinan aparatur daerah harus menjadi budaya kerja, bukan sekadar formalitas.

“Puskesmas adalah ujung tombak pelayanan pemerintah di bidang kesehatan. Kalau di tingkat dasar saja pelayanan tidak maksimal, maka sistem kesehatan secara keseluruhan akan terganggu,” katanya menegaskan.

Langkah tegas Bupati Karangasem ini menunjukkan keseriusan pemerintah daerah dalam menegakkan standar pelayanan publik yang berkualitas dan berkeadilan. Melalui pengawasan langsung di lapangan, Gus Par memastikan masyarakat Karangasem mendapatkan haknya: pelayanan kesehatan yang layak, cepat, dan bermutu.

Share:

Bali Disiapkan Jadi Kota Keuangan Baru, Pemerintah Incar Transformasi Ekonomi Nasional

Prabowo

Foto: Ilustrasi.

Denpasar 

Di tengah belum jelasnya arah Daerah Khusus Jakarta pasca pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Nusantara, Kalimantan Timur, pemerintah pusat dikabarkan tengah menyiapkan langkah besar: menjadikan Bali sebagai pusat keuangan regional baru Indonesia.

Laporan eksklusif Bloomberg, Senin (13/10/2025), mengungkap bahwa pemerintah sedang mempertimbangkan rencana ambisius untuk mentransformasi Pulau Dewata menjadi kota keuangan internasional, yang mampu menarik bank global, manajer aset, hingga perusahaan ekuitas swasta guna mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional.

Menurut sumber internal yang mengetahui perumusan kebijakan tersebut, Presiden Prabowo Subianto disebut telah memberi lampu hijau atas usulan yang akan memodelkan Bali seperti Gujarat International Finance Tec-City (GIFT City) di India dan Dubai International Financial Centre (DIFC) di Uni Emirat Arab.

Konsep kawasan keuangan Bali ini dirancang dengan menawarkan insentif pajak, regulasi fleksibel, dan birokrasi minimal — tiga elemen yang selama ini dianggap menghambat arus investasi asing ke Indonesia. Pemerintah dikabarkan juga tengah mempertimbangkan penerapan kerangka hukum khusus, dengan mencontoh sistem hukum bisnis Singapura yang dikenal efisien dan ramah investor.

Sumber Bloomberg menyebut, lingkaran utama Istana kini tengah menyiapkan rancangan undang-undang (RUU) yang akan menjadi payung hukum bagi pembentukan kota keuangan tersebut. Draf awal diperkirakan akan diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebelum akhir tahun ini. Meski demikian, rencana tersebut masih berada di tahap konseptual dan berpotensi mengalami penyesuaian di berbagai aspek.

Proyek transformasi ini disebut melibatkan Kementerian Keuangan dan Dewan Ekonomi Nasional (DEN), dengan dukungan dari tokoh-tokoh ekonomi global. Salah satunya adalah Ray Dalio, pendiri Bridgewater Associates sekaligus penasihat informal bagi Sovereign Wealth Fund (SWF) Danantara, yang berperan dalam penyusunan skema awal.

“Pemerintah ingin menciptakan pusat keuangan yang modern dan transparan yang mendukung pembangunan ekonomi nasional,” ujar Jodi Mahardi, juru bicara Dewan Ekonomi Nasional, kepada Bloomberg News.

Hingga berita ini diturunkan, pihak Kementerian Keuangan dan perwakilan Ray Dalio belum memberikan pernyataan resmi terkait rencana tersebut.

Langkah menjadikan Bali sebagai kota keuangan dinilai sebagai strategi geopolitik dan ekonomi baru setelah Jakarta kehilangan statusnya sebagai pusat pemerintahan. Dengan reputasi global sebagai destinasi pariwisata internasional, infrastruktur digital yang berkembang, serta daya tarik budaya yang kuat, Bali dinilai memiliki modal simbolik dan strategis untuk bertransformasi menjadi pusat ekonomi global baru Indonesia.

Jika terealisasi, proyek ini tidak hanya akan menandai babak baru dalam sejarah ekonomi nasional, tetapi juga menjadi titik balik arah pembangunan pasca-IKN, di mana peran daerah-daerah unggulan seperti Bali mulai didorong sebagai motor penggerak ekonomi modern berbasis jasa keuangan dan investasi global.

Share:

Selasa, 14 Oktober 2025

Terpilih Aklamasi Pimpin Golkar Denpasar, Putu Oka Mahendra Tegaskan Penguatan Kaderisasi hingga Tingkat Banjar

Golkar Bali

Foto: Ketua DPD II Partai Golkar Kota Denpasar terpilih, Putu Oka Mahendra.

Denpasar

Musyawarah Daerah (Musda) ke-11 DPD II Partai Golkar Kota Denpasar yang digelar pada Minggu (12/10) di Gedung Madu Sedana, Sanur Kauh, menjadi momentum penting konsolidasi partai berlambang pohon beringin itu di tingkat kota. Dalam forum yang berlangsung dinamis tersebut, Putu Oka Mahendra resmi terpilih sebagai Ketua DPD II Partai Golkar Kota Denpasar secara aklamasi, menggantikan Wayan Mariyana Wandhira.

Musda yang menjadi agenda tertinggi partai di tingkat daerah ini dihadiri jajaran petinggi DPD I Golkar Provinsi Bali, antara lain Sekretaris DPD I Golkar Bali I Dewa Gede Dwi Mahayana Putra Nida (Dewa Wiwin), Ketua Bidang OKK Putu Yuda Suparsana, dan Wakil Ketua Bidang PP Koordinasi Wilayah Tengah Anak Agung Bagus Tri Candra Arka (Gung Cok) yang juga Ketua Fraksi Golkar DPRD Bali. Dari unsur pemerintah, hadir Wakil Wali Kota Denpasar I Kadek Agus Arya Wibawa, serta sejumlah perwakilan partai politik di Kota Denpasar.

Dalam sambutannya usai terpilih, Putu Oka Mahendra menegaskan bahwa Musda merupakan bagian penting dari mekanisme demokrasi internal Golkar.

“Ya, Musda Partai Golkar Kota Denpasar merupakan musyawarah daerah tertinggi kami, yang rutin dilaksanakan setiap lima tahun sekali,” ujarnya.

Ia menjelaskan, forum tersebut menjadi wadah seluruh jajaran pengurus dari tingkat bawah hingga atas untuk menentukan arah organisasi ke depan.

“Dalam organisasi Partai Golkar Kota Denpasar, seluruh jajaran pengurus, mulai dari tingkat bawah hingga tingkat atas, yang tergabung dalam struktur kepengurusan, berkumpul untuk melaksanakan musyawarah daerah ini. Tujuannya adalah memilih pimpinan baru,” jelasnya.

Menurut Oka, pelaksanaan Musda kali ini menjadi momentum regenerasi dan kaderisasi di tubuh partai.

“Melalui Musda ini, Partai Golkar berupaya memunculkan regenerasi dan kaderisasi, agar lahir pimpinan-pimpinan baru yang mampu membawa marwah Partai Golkar ke arah yang lebih baik dari sebelumnya,” ungkapnya.

Ia juga menekankan pentingnya sinergi antarpartai dalam membangun Kota Denpasar di berbagai sektor strategis.

“Ke depan, kami juga berkomitmen untuk terus bersinergi dengan partai-partai lain dalam membangun Kota Denpasar, khususnya di bidang infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan, hal-hal mendasar yang memang harus dikerjakan bersama, baik dengan partai lain maupun dengan pemerintah kota,” tutur Oka.

Secara internal, pihaknya berfokus memperkuat struktur kepengurusan hingga ke tingkat paling bawah, agar Partai Golkar semakin solid dan hadir di tengah masyarakat.

 “Terkait internal partai, kami berfokus memaksimalkan potensi yang ada di Partai Golkar melalui pembentukan kepengurusan dari tingkat banjar, sebanyak 403 banjar yang ada di Kota Denpasar, kemudian ke 43 desa dan kelurahan, hingga ke empat kecamatan. Dengan struktur yang kuat dan menyeluruh ini, kami ingin memastikan Partai Golkar Kota Denpasar dapat terus eksis dan berkontribusi bagi masyarakat,” paparnya.

Putu Oka Mahendra kemudian menyampaikan semangat yang akan menjadi pegangan bagi seluruh kader ke depan.

“Slogan kami ke depan adalah: Suara Golkar adalah suara rakyat Kota Denpasar,” tegasnya.

Dengan terpilihnya kepemimpinan baru ini, Musda ke-11 DPD II Golkar Denpasar diharapkan menjadi titik awal penguatan organisasi dan peningkatan peran partai dalam pembangunan daerah.

Share:

Senin, 13 Oktober 2025

Phu Quoc Geser Bali Sebagai Pulau Terindah, Saatnya Bali Kembalikan Marwah Pariwisata yang Aman, Bermartabat dan Berbasis Budaya

Bali

Foto: Istimewa 

Badung

Pulau Phu Quoc di Vietnam resmi menggeser dominasi Bali sebagai pulau terindah di Asia versi Condé Nast Traveler tahun 2025. Untuk pertama kalinya, destinasi terbesar di Vietnam itu menduduki posisi puncak dalam penghargaan bergengsi Readers’ Choice Awards yang berdasarkan hasil jajak pendapat pembaca majalah asal Amerika Serikat tersebut.

Phu Quoc meraih skor 95,51 poin, naik tipis 0,15 poin dari tahun sebelumnya. Di bawahnya, Pulau Langkawi di Malaysia menempati posisi kedua, disusul Koh Samui dari Thailand di peringkat ketiga. Dua pulau di Filipina, Boracay dan Palawan, juga berhasil menyalip Bali yang tahun lalu menjadi juara, hingga kini turun ke posisi keenam.

Prestasi gemilang Phu Quoc disebut menjadi simbol kebangkitan pariwisata Vietnam. Pulau ini kini menjadi sorotan internasional berkat pesona alam tropisnya yang memikat serta pengelolaan pariwisata yang dinilai tertata dengan baik.

Menanggapi hasil tersebut, Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi Bali, IGN Rai Suryawijaya, menilai perlunya evaluasi mendalam terhadap kualitas pengelolaan destinasi di Pulau Dewata. Menurutnya, faktor keamanan dan kebersihan merupakan kunci utama dalam menjaga reputasi pariwisata Bali di mata dunia.

 “Tahun 2025 ini adalah tahun berbenah. Kita harus bisa kembali merebut predikat the best tourism destination island in the world. Mudah-mudahan kita bisa kembali ke nomor satu. Saat ini kita berada di nomor tiga dunia, dikalahkan oleh Dubai, dan di ASEAN kita kalah dengan Vietnam,” ujarnya.

Ia juga mengakui bahwa Vietnam telah menunjukkan kemajuan luar biasa dalam tata kelola pariwisata. 

“Vietnam sangat bagus penataannya. Stakeholder-nya bersatu, semuanya merasa aman dan nyaman. Investor pun banyak lari ke Vietnam dan Dubai karena merasa aman dan nyaman. Itu yang sangat dibutuhkan,” tambahnya.

Rai Suryawijaya menegaskan, Bali perlu mengembalikan “marwah” pariwisatanya agar tetap menjadi destinasi unggulan dunia.

“Bali itu harus dikembalikan. Bali itu bersih, aman, lestari, dan indah. Itu harus menjadi komitmen kita, bukan sekadar wacana,” tegasnya.

Ia pun mengapresiasi langkah Pemerintah Provinsi Bali yang berkomitmen membangun pariwisata berbasis budaya, berkualitas, dan bermartabat. Namun, menurutnya, implementasi di lapangan masih menjadi tantangan besar yang memerlukan kerja sama semua pihak.

“Pemerintah sudah mencanangkan pariwisata berbasis budaya, berkualitas, dan bermartabat. Itu mudah diucapkan, namun untuk eksekusi di lapangan sangat sulit dan perlu kolaborasi seluruh stakeholder yang ada,” tutupnya.

Dengan momentum ini, Bali diharapkan mampu melakukan pembenahan menyeluruh untuk mengembalikan citra sebagai destinasi wisata terbaik di Asia, bahkan dunia, bukan hanya melalui keindahan alamnya, tetapi juga lewat kenyamanan, kebersihan, dan rasa aman yang dirasakan wisatawan.

Share:

Cegah Kanibalisasi Debitur, Dirut BPR Kanti Arya Amitaba Ingatkan Penyaluran Dana Rp200 Triliun Harus Libatkan BPR

Arya Amitaba

Foto: Direktur Utama BPR Kanti, Made Arya Amitaba, SE., MM.

Gianyar 

Pemerintah telah menggelontorkan dana sebesar Rp200 triliun melalui lima bank milik negara untuk memperkuat likuiditas dan mempercepat perputaran ekonomi nasional. Dukungan dana jumbo ini diharapkan mampu mendorong pertumbuhan sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang selama ini menjadi tulang punggung perekonomian daerah.

Namun di balik optimisme tersebut, muncul kekhawatiran akan potensi terjadinya kanibalisasi debitur, terutama terhadap lembaga keuangan rakyat seperti Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Kondisi ini pernah terjadi ketika program Kredit Usaha Rakyat (KUR) digenjot beberapa tahun lalu, di mana sejumlah bank umum membidik nasabah BPR sebagai debitur demi mempercepat penyaluran kredit. Situasi serupa dikhawatirkan kembali terulang jika penyaluran dana jumbo dilakukan tanpa perencanaan yang matang.

Direktur Utama BPR Kanti, Made Arya Amitaba, SE., MM., menegaskan bahwa penyaluran dana harus dilakukan dengan pendekatan yang terukur dan menyeluruh. 

“Sebagai community bank, BPR berada langsung di tengah masyarakat dan berfungsi membantu UMKM agar tidak terjerat rentenir. Jika praktik kanibalisasi debitur terjadi, maka bukan hanya BPR yang terancam, tetapi juga keberlangsungan UMKM yang selama ini terbantu dengan akses pembiayaan dari lembaga keuangan rakyat,” ujarnya.

Ia menilai kebijakan pemerintah melalui Kementerian Keuangan tersebut memiliki arah yang baik karena mampu menggairahkan perekonomian daerah. BPR, kata dia, menyambut positif langkah ini karena dapat memperkuat daya saing UMKM dan mendorong pertumbuhan ekonomi dari akar rumput. Namun, agar kebijakan tersebut berjalan efektif, pemerintah perlu memastikan mekanisme penyaluran dana berlangsung secara holistik dan simultan, bukan sekadar mengejar target percepatan penyaluran.

Menurut Arya Amitaba, tantangan terbesar kini adalah memastikan Rp200 triliun tersebut benar-benar tersalurkan ke sektor riil secara cepat dan tepat sasaran. Jika tidak, dana yang telah disalurkan justru bisa menjadi beban bagi bank-bank umum akibat kewajiban bunga dari dana yang belum berputar. Di sinilah, menurutnya, BPR memiliki peran strategis sebagai jembatan antara bank umum dan UMKM, karena memiliki kedekatan sosial dan jaringan langsung di tingkat masyarakat.

“Sejak awal berdirinya berdasarkan Pak 288, BPR didirikan sebagai community bank yang hadir di tengah masyarakat, khususnya untuk membantu UMKM agar tidak terjerat rentenir. Karena itu, dana pemerintah ini harus benar-benar sampai ke masyarakat agar perekonomian berputar lebih cepat dan positif,” jelasnya.

Lebih jauh, Arya Amitaba mengingatkan bahwa kerja sama antara bank umum dan BPR bukan hal baru. Ia mencontohkan pengalaman pada periode 2006–2010, ketika Bank Indonesia mewajibkan bank umum menyalurkan 20% portofolio kreditnya kepada UMKM. Saat itu, melalui pembentukan Pokja Linkage yang melibatkan Bank Indonesia, bank umum, dan BPR, penyaluran kredit berhasil dilakukan dengan efektif.

“Program tersebut terbukti berjalan baik. Jadi sekarang tinggal melanjutkan pola yang sama agar dana Rp200 triliun dari pemerintah benar-benar sampai ke masyarakat UMKM melalui peran BPR,” ujarnya menegaskan.

Kolaborasi antara bank umum dan BPR diharapkan mampu mencegah tumpang tindih penyaluran kredit serta menghindari praktik kanibalisasi debitur. Dengan demikian, kebijakan pemerintah ini tidak hanya mempercepat perputaran uang, tetapi juga memperkuat fondasi ekonomi rakyat dari bawah secara berkelanjutan.

Share:

Minggu, 12 Oktober 2025

Terpilih Aklamasi Oka Mahendra Nakhodai Golkar Denpasar, Demer Tegaskan Suara Rakyat Adalah Suara Golkar

Golkar

Foto: Musyawarah Daerah (Musda) ke-11 DPD II Partai Golkar Kota Denpasar pada Minggu (12/10) di Gedung Madu Sedana, Sanur Kauh.

Denpasar

Musyawarah Daerah (Musda) ke-11 DPD II Partai Golkar Kota Denpasar yang digelar pada Minggu (12/10) di Gedung Madu Sedana, Sanur Kauh, menjadi titik penting konsolidasi partai berlambang pohon beringin itu di tingkat kota. Dalam forum tersebut, Putu Oka Mahendra resmi terpilih sebagai Ketua DPD II Golkar Denpasar secara aklamasi, menggantikan Wayan Mariyana Wandhira yang telah menakhodai partai selama tiga periode.

Musda yang berlangsung dinamis ini dihadiri para petinggi Golkar Provinsi Bali, di antaranya Sekretaris DPD I Golkar Bali I Dewa Gede Dwi Mahayana Putra Nida (Dewa Wiwin), Ketua Bidang OKK Putu Yuda Suparsana, dan Wakil Ketua Bidang PP Koordinasi Wilayah Tengah Anak Agung Bagus Tri Candra Arka (Gung Cok) yang juga Ketua Fraksi Golkar DPRD Bali. Dari unsur pemerintah, hadir Wakil Wali Kota Denpasar I Kadek Agus Arya Wibawa, serta sejumlah perwakilan partai politik.

Dalam sambutannya, Ketua DPD Partai Golkar Provinsi Bali Gde Sumarjaya Linggih (Demer) menegaskan pentingnya peran Denpasar sebagai pusat ekonomi Bali dan simbol stabilitas politik daerah. Menurutnya, Golkar harus tetap menjadi partai yang kritis namun solutif, berpihak pada kepentingan rakyat tanpa menimbulkan kegaduhan politik.

 “Denpasar adalah jantung ekonomi Bali, dan Golkar memiliki tanggung jawab besar menjaga keseimbangan politik dan sosialnya. Kritik boleh, tapi harus membangun dan membawa solusi. Itulah jati diri Golkar, partai yang mendengarkan suara rakyat,” ujar Demer yang juga anggota Komisi VI DPR RI Dapil Bali.

Ia menekankan, slogan “Suara Rakyat adalah Suara Golkar” bukan sekadar jargon, melainkan panduan moral agar setiap kader turun langsung mendengar aspirasi masyarakat. Golkar, katanya, harus menjadi jembatan antara rakyat dan kebijakan publik.

Demer juga mengingatkan pentingnya menjaga iklim politik yang kondusif di Denpasar, mengingat kota ini merupakan episentrum aktivitas global dan pariwisata internasional.

“Kritik tanpa solusi hanya menimbulkan kebisingan. Bali dan Denpasar perlu harmoni politik agar pembangunan bisa berlanjut,” tegasnya.

Dalam kesempatan itu, Demer juga menyinggung pembangunan sekretariat partai yang sempat terbakar pada 1998, dan kini tengah diupayakan kembali bersama kader di tingkat akar rumput. Ia menyerukan agar seluruh kader Golkar berorientasi pada program kerja nyata: memperkuat harmoni sosial, mendukung UMKM, dan mempercepat pembangunan ekonomi inklusif.

“Golkar adalah rumah besar bagi semua, terbuka bagi siapa pun yang ingin berjuang bersama membangun bangsa,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua terpilih DPD II Golkar Denpasar, Putu Oka Mahendra, menegaskan Musda ini menjadi momentum penting regenerasi dan konsolidasi kader di seluruh lapisan.

“Kami berkomitmen memperkuat struktur hingga ke akar rumput, di 403 banjar, 43 desa/kelurahan, dan 4 kecamatan, agar Golkar semakin dekat dengan rakyat,” ujarnya.

Menurutnya, Golkar Denpasar akan terus bersinergi dengan pemerintah dan partai-partai lain untuk membangun Denpasar yang harmonis, inklusif, dan berdaya saing.

 “Suara Golkar adalah suara rakyat Kota Denpasar. Kami akan terus menjadi partai yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat dan hadir dengan solusi nyata,” pungkas Oka Mahendra.

Share:

Sabtu, 11 Oktober 2025

GWK Diultimatum! Paruman Adat Ungasan Hasilkan 10 Poin Tuntutan, Ini Isinya

Foto: Suasana pembacaan 10 poin tuntutan.

Badung

Masyarakat Desa Adat Ungasan kembali bersuara lantang menuntut Manajemen Garuda Wisnu Kencana (GWK) menepati janji lama terkait akses Jalan Magadha menuju Banjar Giri Dharma. Meskipun tembok penghalang telah dibongkar sebagian, warga menilai langkah itu belum menyelesaikan persoalan, bahkan dianggap melanggar kesepakatan yang sudah dibuat sejak 30 Oktober 2007.

Sikap tegas masyarakat dituangkan dalam Berita Acara Paruman Prajuru Desa Adat Ungasan Nomor 06.1/DAU/X/2025, yang digelar pada 4 Oktober 2025 di Kantor Perbekel Desa Ungasan. Paruman yang dihadiri perangkat desa, prajuru adat, sabha desa, hingga kelian banjar adat itu membahas soal pemagaran beton oleh Manajemen GWK/PT GAIN.

Dalam pertemuan tersebut, masyarakat Desa Adat Ungasan menyepakati 10 poin tuntutan utama sebagai berikut:

1. Mendorong pelaksanaan rekomendasi DPRD Provinsi Bali yang telah disampaikan kepada Gubernur Bali dan Bupati Badung agar GWK membongkar serta memindahkan pagar beton ke sisi utara dan timur, baik di lingkar timur maupun barat, sehingga tidak menutup akses warga menuju rumah mereka.

2. Jika GWK tidak melaksanakan rekomendasi tersebut, Desa Adat Ungasan bersama lembaga adat dan dinas akan menggelar jumpa pers dan menyampaikan aspirasi masyarakat kepada media agar publik mengetahui ketidakpatuhan GWK.

3. Bila setelah pernyataan sikap itu GWK tetap tidak membongkar pagar sesuai aspirasi masyarakat, seluruh warga bersama lembaga adat dan dinas akan menduduki pintu gerbang GWK sebagai bentuk protes.

4. Pemerintah Desa Adat dan Desa Dinas diminta tidak menandatangani izin kegiatan apapun bagi PT GAIN/GWK selama pagar belum dibongkar sepenuhnya sesuai rekomendasi DPRD Bali.

5. Menolak rencana pengalihan jalan alternatif yang ditawarkan GWK dan menegaskan bahwa akses menuju rumah penduduk serta SD Negeri 8 Ungasan harus dipertahankan seperti semula

6. Menuntut agar Manajemen GWK menjaga hubungan harmonis dengan masyarakat lokal, memberikan kepastian hukum, dan tidak lagi melakukan penutupan akses jalan warga, siapa pun manajemennya di masa depan.

7. Menyesalkan perbedaan data antara BPN Badung dan BPN Kanwil Bali terkait status jalan lingkar timur dan barat GWK, karena menunjukkan lemahnya koordinasi antarinstansi dan membingungkan publik.

8. Menegaskan bahwa berdasarkan berita acara 3 September 2007, telah ada badan jalan dan Pemerintah Kabupaten Badung bahkan pernah mengaspal jalan di lingkar timur dan barat sebagai fasilitas umum.

9. Menggarisbawahi bahwa pengaspalan jalan hanya dilakukan karena warga telah merelakan tanahnya untuk kepentingan umum, sehingga penutupan jalan saat ini dianggap mencederai pengorbanan tersebut.

10. Menuntut GWK mematuhi PP Nomor 18 Tahun 2021 Pasal 43 huruf a, yang melarang menutup atau mengurung pekarangan maupun bidang tanah lain yang menjadi akses publik atau jalan umum.

Bendesa Adat Ungasan, I Wayan Disel Astawa, menegaskan bahwa masyarakat telah lama menunjukkan itikad baik dengan menempuh jalur komunikasi, mediasi, dan surat resmi kepada pihak GWK. Namun, hingga kini belum ada langkah konkret yang menunjukkan penyelesaian tuntas.

“Yang kami harapkan adalah ketegasan. Pembongkaran sebagian pagar bukan solusi, karena lokasi yang digali sekarang bukan badan jalan sebagaimana kesepakatan 2007,” ujar Disel Astawa.

Ia menambahkan, berdasarkan berita acara 30 Oktober 2007, PT GAIN selaku pemilik awal kawasan GWK telah sepakat membuka akses jalan selebar lima meter bagi masyarakat Banjar Giri Dharma dan Desa Adat Ungasan. Kesepakatan itu kini diabaikan setelah terjadi perubahan kepemilikan lahan.

“Walaupun dijual, PT GAIN tidak bisa menghapus perjanjian itu karena badan hukumnya masih ada. Pergantian manajemen atau pemilik tidak boleh mengingkari komitmen yang sah,” tegasnya.

Sementara itu, pihak Manajemen GWK dalam keterangan persnya pada 8 Oktober 2025 menyatakan telah menggeser pagar beton di sisi selatan kawasan dan sedang menyiapkan jalur pengalihan sebagai akses alternatif bagi warga Banjar Giri Dharma. Pihaknya menegaskan langkah itu dilakukan untuk menjaga harmonisasi antara kepentingan masyarakat lokal dan pengelolaan kawasan pariwisata.

Namun, warga menilai langkah itu tidak sesuai dengan kesepakatan awal karena justru memanfaatkan lahan warga lain yang sudah dibangun. Mereka tetap bersikeras agar akses Jalan Magadha menuju Pura Pengulapan dikembalikan seperti semula sesuai kesepakatan 2007.

Share:

Warga Ungasan Tuntut GWK Tepati Janji Lama: Akses Jalan Magadha Harus Dikembalikan Sesuai Kesepakatan 2007

Disel Astawa

Foto: Bendesa Adat Ungasan, I Wayan Disel Astawa, saat memberikan keterangan kepada awak media, Sabtu 11 Oktober 2025.

Badung 

Masyarakat Desa Adat Ungasan kembali menyuarakan penolakan terhadap kebijakan Manajemen Garuda Wisnu Kencana (GWK) yang mengalihkan akses Jalan Magadha ke arah selatan. Meski tembok penghalang menuju Banjar Giri Dharma telah dibongkar, warga menilai langkah itu bukan solusi, melainkan bentuk pengingkaran atas perjanjian yang telah disepakati sejak tahun 2007.

Sikap resmi masyarakat Desa Adat Ungasan disampaikan melalui paruman yang digelar pada 4 Oktober 2025. Kemudian pada Sabtu (11/10), Bendesa Adat Ungasan, I Wayan Disel Astawa, membacakan 10 poin pernyataan sikap di Pura Dalem Desa Adat Ungasan. Dalam pernyataan itu, warga menegaskan bahwa apabila tuntutan mereka tidak direspons, masyarakat siap menduduki pintu depan kawasan GWK.

“Kami sudah pernah menyampaikan surat, namun hingga kini belum ada kejelasan. Yang kami harapkan adalah adanya ketegasan dari pihak terkait, karena pembongkaran yang dilakukan pihak GWK saat ini bukanlah solusi,” ujar Disel Astawa.

Ia menegaskan, lokasi yang kini digali bukan badan jalan sebagaimana tercantum dalam berita acara tertanggal 30 Oktober 2007.

Dalam berita acara tersebut, disebutkan bahwa PT GAIN, selaku pemilik awal kawasan GWK, bersama pengacaranya telah menyepakati pembukaan akses jalan selebar lima meter untuk kepentingan masyarakat Desa Adat Ungasan dan Banjar Giri Dharma. Namun, kesepakatan itu kini dianggap diabaikan setelah PT GAIN menjual lahan tersebut kepada pihak baru.

“Walaupun dijual, PT GAIN tidak bisa mengabaikan kesepakatan itu, karena badan hukum PT GAIN masih ada. Baik sebelum maupun sesudah akuisisi oleh Pak Nyoman Nuarta, komitmen itu harus tetap dijalankan. Jika tidak, berarti telah terjadi pelanggaran terhadap perjanjian yang sah bahkan bisa dikatakan inkonstitusional,” tegasnya.

Masyarakat Ungasan mendesak agar akses Jalan Magadha dikembalikan seperti semula, sesuai dengan isi kesepakatan tahun 2007. Mereka juga meminta agar lahan jalan tersebut dikeluarkan dari Hak Guna Bangunan (HGB) milik PT GAIN. 

“Yang kami tuntut adalah kejelasan hukum. Jalan yang kini ditutup tembok itu seharusnya digeser dan dikembalikan sebagai jalan umum. Kami punya data dan bukti yang jelas,” kata Disel Astawa.

Ia menambahkan, rekomendasi terkait pembukaan jalan sebenarnya sudah diterbitkan. Namun hingga kini belum dijalankan oleh pihak terkait. 

“Bola sekarang ada di tangan eksekutif. Persoalan ini sudah terlalu lama tertunda. Kami tetap berupaya menjalin komunikasi agar situasi tetap kondusif,” ujarnya.

Wakil Ketua DPRD Provinsi Bali itu juga menegaskan bahwa masyarakat tidak berniat menentang pemerintah, melainkan hanya menuntut hak mereka atas akses jalan. 

“Kami tidak ingin dianggap keras terhadap pemerintah, tapi kalau tidak ada respons yang jelas, wajar kalau masyarakat bereaksi spontan,” katanya.

Sementara itu, Manajemen GWK dalam keterangan persnya pada Rabu (8/10) menyampaikan bahwa pihaknya telah menggeser tembok di sisi selatan kawasan dan tengah menyiapkan jalur pengalihan jalan sebagai akses alternatif bagi masyarakat Banjar Giri Dharma.

Langkah ini, menurut pihak GWK, merupakan bagian dari upaya harmonisasi antara pengelolaan kawasan pariwisata dengan kepentingan masyarakat lokal. Manajemen juga berkomitmen menyelesaikan proses penggeseran dan pembangunan jalan baru dalam dua hingga tiga minggu ke depan.

Meski demikian, masyarakat Ungasan menilai pengalihan jalan tersebut justru tidak sesuai dengan perjanjian awal karena memanfaatkan lahan warga lain yang telah dibangun. Warga tetap bersikeras agar Jalan Magadha menuju Pura Pengulapan dikembalikan sepenuhnya sebagaimana kesepakatan yang tercantum dalam berita acara tahun 2007.

Kini, nasib akses Jalan Magadha bergantung pada langkah cepat pemerintah dan pihak GWK dalam menindaklanjuti rekomendasi yang sudah ada. Warga berharap penyelesaian segera dilakukan agar situasi tetap kondusif dan hak masyarakat atas akses jalan tidak kembali terabaikan.

Share:

Rabu, 08 Oktober 2025

Alih Fungsi Lahan di Bali Kian Masif, Puspanegara Desak Pengawasan dan Penegakan Hukum Diperkuat

Foto: Anggota Komisi I DPRD Kabupaten Badung yang juga Ketua Fraksi Gerindra, I Wayan Puspanegara, SP., M.Si.

Badung 

Anggota Komisi I DPRD Kabupaten Badung yang juga Ketua Fraksi Gerindra, I Wayan Puspanegara, SP., M.Si., menyoroti semakin masifnya alih fungsi lahan di Bali yang kini dinilai sudah berada pada tingkat mengkhawatirkan. Ia menegaskan, kondisi ini menunjukkan adanya persoalan serius dalam tata kelola ruang yang belum tertangani dengan baik.

“Kita melihat bersama bahwa alih fungsi lahan di Bali saat ini terjadi begitu masif. Pemerintah tampaknya kesulitan menahan lajunya. Hal ini menunjukkan adanya persoalan serius dalam tata kelola ruang kita,” ujar Puspanegara.

Menurutnya, penyebab utama maraknya alih fungsi lahan adalah pertumbuhan ekonomi yang tidak terkendali. Dorongan pembangunan datang tidak hanya dari sektor pariwisata, tetapi juga dari meningkatnya kebutuhan tempat tinggal seiring pertumbuhan penduduk. Akibatnya, pengaplingan lahan secara besar-besaran untuk pembangunan perumahan terjadi hampir di setiap wilayah.

Selain itu, pembangunan untuk kepentingan pariwisata juga kerap melanggar ketentuan tata ruang yang berlaku. Banyak pihak mendirikan akomodasi dan fasilitas pendukung hanya karena mengikuti tren tanpa memperhatikan status lahannya. “Banyak orang membangun hanya karena melihat tetangganya juga membangun. Padahal, sebagian kawasan itu termasuk dalam kategori lahan sawah dilindungi (LSD) atau lahan pertanian produktif berkelanjutan (LP2B). Tak jarang lahan-lahan tersebut berubah fungsi menjadi area wisata atau tempat usaha,” ungkapnya.

Puspanegara menilai, akar masalah sesungguhnya terletak pada lemahnya supervisi dan penegakan hukum terhadap pelanggaran tata ruang. “Alih fungsi lahan yang masif terjadi karena lemahnya pengawasan dan penegakan aturan. Banyak orang berpikir, ‘di sebelah boleh membangun, kenapa saya tidak?’ Padahal mungkin lahannya termasuk kawasan hijau, LSD, atau LP2B,” tegasnya.

Ia mengingatkan bahwa meski pemilik tanah memiliki hak keperdataan untuk memanfaatkan lahannya, hak tersebut tidak boleh dijalankan tanpa memperhatikan aturan tata ruang yang telah ditetapkan. “Pemerintah perlu membuat kebijakan yang adil agar kepentingan ekonomi dan kelestarian lingkungan bisa seimbang,” katanya.

Lebih lanjut, Puspanegara menekankan bahwa sebenarnya Bali sudah memiliki perangkat hukum yang cukup jelas untuk mengatur tata ruang. Mulai dari RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) di tingkat provinsi, RTRK di tingkat kabupaten, hingga RDTR (Rencana Detail Tata Ruang) sebagai turunannya. Semua dokumen tersebut telah menentukan zona mana yang boleh dibangun dan mana yang wajib dilindungi, termasuk kawasan LSD, LP2B, jalur hijau, konservasi, dan area rawan bencana seperti jurang.

“Masalahnya bukan pada aturan, tetapi pada pelaksanaannya. Di sinilah kita perlu memperkuat dua hal penting: supervisi dan penegakan hukum terhadap tata ruang kita,” tutupnya.


Share:

Kategori

Arquivo do blog

Definition List

Support