Ruang Ekspresi dari Bali

Selasa, 05 Agustus 2025

Ledakan Akomodasi di Badung Picu Pelanggaran Tata Ruang, Puspa Negara Ingatkan Pentingnya Pengawasan 24 Jam

 


BADUNG

Pertumbuhan pariwisata yang pesat di Kabupaten Badung diiringi tantangan serius berupa maraknya pelanggaran tata ruang dan menjamurnya akomodasi tanpa izin. Pengamat pariwisata yang juga Anggota DPRD Badung, I Wayan Puspa Negara, menilai kondisi ini merupakan konsekuensi dari pembangunan pariwisata yang berlangsung lebih cepat dibanding kesiapan infrastruktur dan pengawasan.

“Semua orang pernah berpikir bahwa Bali tumbuh menjadi destinasi internasional dengan infrastruktur yang terbatas. Oleh karena itu, timbullah persoalan,” ujarnya.

Ia menjelaskan, salah satu teori pembangunan menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi tinggi biasanya diikuti tiga hal: munculnya kawasan kumuh, meningkatnya kriminalitas, dan kerusakan tata ruang. “Hal ini adalah keniscayaan. Dan kita sedang melihat itu terjadi di Badung,” tambahnya.

Puspa Negara mengakui, dari sisi regulasi, Bali sebenarnya sudah memiliki payung hukum, antara lain Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPARDA) dan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Pariwisata Budaya Bali. Setiap kecamatan di Badung juga memiliki Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang mengatur kawasan yang boleh dibangun.

Selain itu, dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) terbaru, terdapat kawasan Lahan Sawah Dilindungi (LSD) dan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) yang seharusnya bebas dari pembangunan. “Pelanggaran di area ini sebenarnya tindak pidana karena melanggar undang-undang tata ruang,” tegasnya.

Namun, fakta di lapangan menunjukkan pelanggaran berlangsung masif. Puspa Negara menyebut ada dua penyebab utama:

1. Pengawasan terbatas. Pemerintah daerah, khususnya unit teknis, hanya bekerja dengan jam kerja konvensional. “Padahal pariwisata justru berkembang di hari libur. Pengawasan seharusnya dilakukan 24 jam dengan sistem tiga shift, bukan tujuh jam sehari,” katanya.

2. Penegakan hukum belum maksimal. “Regulasi ada, tapi law enforcement belum berjalan optimal. Kita butuh pengawasan yang intensif dan berkesinambungan,” ujarnya.

Ledakan akomodasi di Badung kian terlihat dari data yang diungkap Puspa Negara. Dari lebih dari 40 ribu izin usaha akomodasi yang tercatat, hanya sekitar 10 ribu yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD) dan Nomor Objek Pajak Daerah (NOPD). “Artinya, sekitar 30 ribu usaha belum punya NPWPD. Potensi pajak hotel, restoran, dan hiburan belum tergarap maksimal,” paparnya.

Masalah ini tidak hanya menyangkut pajak, tetapi juga pelanggaran tata ruang. Banyak yang menyoroti vila ilegal atau vila monong, namun sesungguhnya seluruh sektor akomodasi berpotensi bermasalah. Ia merinci lima jenis akomodasi yang menjamur di Badung:


1. Private villa, dibangun untuk kepemilikan pribadi tanpa izin.

2. Kondovilla, vila mirip kondotel yang bisa dijual atau disewakan.

3. Townhouse, seperti rumah kos wisatawan yang marak di Denpasar dan Badung.

4. Kondotel, apartemen sewa yang sering disalahgunakan selama masa visa wisatawan.

5. Strata title, terkait kebijakan golden visa, memungkinkan wisatawan tinggal 5+10 tahun.


Kawasan yang berkembang pesat meliputi Batu Belig, Berawa, Canggu, Munggu, Tibu Beneng, hingga Pantai Seseh. “Pertumbuhan ini sudah menggerus lahan pertanian kita,” tegasnya.

Puspa Negara mencontohkan langkah strategis yang telah dilakukan di Pantai Bingin, Pecatu, berupa inventarisasi akomodasi, penentuan langkah hukum, dan eksekusi di lapangan. Menurutnya, penertiban pascapandemi dapat menjadi peringatan bagi investor agar tidak bertindak semena-mena.

“Kita tidak perlu saling menyalahkan. Yang penting memperjelas peran setiap pihak agar tidak ada pembiaran terhadap pertumbuhan yang tidak terkendali ini,” ujarnya.

Ia menegaskan ada tiga langkah yang harus diperkuat:

1. Law enforcement atau penegakan aturan.

2. Supervisi, monitoring, dan evaluasi yang intensif.

3. Komunikasi dan koordinasi antara pemerintah, masyarakat, dan stakeholder pariwisata.

Puspa Negara juga mendorong adanya pertemuan rutin atau gathering bersama pelaku pariwisata. “Dengan duduk bersama, kita bisa lebih mudah mengidentifikasi pertumbuhan di lapangan,” pungkasnya.

Share:

Senin, 04 Agustus 2025

Bintang Puspayoga, Satu-Satunya Kader Bali di DPP PDI P 2025–2030, Lanjutkan Misi Perempuan Berdaya

 


Badung

 I Gusti Ayu Bintang Darmawati atau yang akrab disapa Bintang Puspayoga menjadi satu-satunya kader PDI Perjuangan asal Bali yang dipercaya menduduki jabatan strategis di jajaran pengurus DPP PDI Perjuangan periode 2025–2030. Pengumuman dan pelantikan pengurus baru dilakukan langsung oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dalam Kongres VI PDIP yang digelar di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Kecamatan Kuta Selatan, Badung, Sabtu (2/8).

Bintang Puspayoga kembali dipercaya menjabat sebagai Ketua Bidang Perempuan dan Anak DPP PDIP—jabatan yang juga ia emban selama masa perpanjangan kepengurusan 2019–2024 yang berlangsung hingga pertengahan 2025. Dalam struktur baru yang berisi 37 orang, ia menjadi satu-satunya wakil Bali, menggantikan nama-nama senior seperti I Made Urip yang tidak lagi masuk dalam susunan pengurus karena alasan usia.

Menanggapi kepercayaan ini, Bintang mengaku siap melanjutkan amanah partai tanpa beban, berbekal pengalaman panjang dalam isu pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. "Karena lima tahun sebelumnya, saya telah diamanahkan sebagai Menteri PPPA (Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak). Saat perpanjangan satu tahun kepengurusan kemarin, saya dipercaya pula di posisi itu, sehingga tidak merasa terbebani," ujar Bintang saat dihubungi, Sabtu (2/8).

Program andalan Perempuan Berdaya Indonesia Raya akan kembali menjadi prioritas utama dalam masa baktinya lima tahun ke depan. Program ini telah dijalankan selama satu tahun terakhir secara gotong royong dan kolaboratif. Bintang menggandeng pengurus perempuan DPP PDIP lainnya, serta bersinergi dengan tiga pilar partai—yakni struktural, legislatif, dan eksekutif—hingga ke tingkat anak ranting.

"Karena dipercaya lagi di posisi itu, program tersebut kami lanjutkan. Itu juga merupakan arahan dari Ibu Ketum. Pastinya, kami melaksanakan arahan itu. Turun ke bawah, betul-betul merasakan apa yang dirasakan rakyat, khususnya di bidang perempuan dan anak. Ya, kami turun ke akar rumput, menangis dan tertawa dengan rakyat," ujarnya.

Dalam praktiknya, Bintang telah turun langsung ke berbagai daerah untuk mendampingi dan mengedukasi masyarakat dalam isu-isu strategis seperti pencegahan stunting, kekerasan terhadap perempuan dan anak, pendampingan disabilitas, pemberantasan buta huruf, hingga penguatan ekonomi perempuan.

"Program terintegrasi seperti itu, sudah kami laksanakan di 10 provinsi selama perpanjangan kepengurusan kemarin. Ketika dipercaya lagi di kepengurusan DPP, maka program tersebut menjadi prioritas yang akan dikerjakan ke depannya. Apalagi, itu merupakan instruksi langsung Ibu Ketum. Intinya, kami turun ke bawah," tegasnya.

Di Bali sendiri, program ini telah menyasar hampir seluruh kabupaten/kota. Kota Denpasar, Kabupaten Badung, dan Tabanan menjadi tuan rumah pelaksanaan, sementara enam kabupaten lainnya ikut serta melalui sinergi dengan wilayah terdekat. “Jadi, hampir sembilan kabupaten/kota sudah kami edukasi terkait Perempuan Berdaya Indonesia Raya,” tambahnya.

Bintang juga menekankan pentingnya pelibatan kader hingga ke tingkat akar rumput dalam menyebarluaskan semangat program ini. “Peserta dari program itu diharapkan untuk menggeliatkan program tersebut di wilayah masing-masing sehingga anak-anak ranting juga bergerak. Yang penting itu hulunya, atau pencegahan. Itu yang kita edukasi ke teman-teman sampai anak ranting,” ungkapnya.

Terkait upaya menekan angka stunting, Bintang menggarisbawahi perlunya pendekatan menyeluruh, mulai dari edukasi pola makan, pola asuh, hingga sanitasi lingkungan. Menurutnya, penyelesaian di hilir tidak cukup tanpa menyentuh akar persoalan.

"Harapan Ibu Ketum, tidak hanya menurunkan. Melainkan, kalau bisa semangatnya *zero stunting*. Kami tidak bisa melakukan sendiri, perlu kolaborasi dan gotong royong tiga pilar partai," tutup Bintang Puspayoga.

Dengan kembali masuknya Bintang Puspayoga dalam jajaran pengurus inti DPP PDIP, suara perempuan dan Bali kembali mendapat tempat strategis dalam arah kebijakan partai ke depan. Ia menjadi simbol keberlanjutan gerakan kerakyatan dan pemberdayaan yang berpijak pada kerja nyata dan sentuhan langsung kepada masyarakat.

Share:

Kategori

Arquivo do blog

Definition List

Support